sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Sistem Pembayaran MRT Jakarta Sejalan dengan Tujuh Prinsip BI

Economics editor Dhera Arizona
26/06/2024 21:09 WIB
PT MRT Jakarta (Perseroda) menyatakan, sistem pembayaran di MRT Jakarta sudah sejalan dengan tujuh prinsip Bank Indonesia (BI).
Sistem Pembayaran MRT Jakarta Sejalan dengan Tujuh Prinsip BI. (Foto MRT Jakarta)
Sistem Pembayaran MRT Jakarta Sejalan dengan Tujuh Prinsip BI. (Foto MRT Jakarta)

IDXChannel - PT MRT Jakarta (Perseroda) menyatakan, sistem pembayaran di MRT Jakarta sudah sejalan dengan tujuh prinsip Bank Indonesia (BI) terkait sistem pembayaran untuk ekosistem transportasi. 

Itu terlihat dari tersedianya beragam jenis sistem pembayaran di MRT Jakarta seperti Kartu Single Trip, kartu uang elektronik perbankan (e-money), e-wallet, digital banking, hingga QRIS.

"Kita cover hampir seluruh keseluruhan (sistem pembayaran) yang sudah disiapkan oleh regulator BI. Bahkan, produk baru kita QRIS dan kita sudah accept pembayaran QRIS di stasiun-stasiun MRT. Bisa accept beli kartu atau mesin baru single trip pakai QRIS," kata Corporate Communication and Branding Department Head MRT Jakarta Angga Satria Perdana di Gedung Transport Hub, Jakarta, Rabu (26/6/2024).

Artinya, Angga menegaskan, dari sisi regulasi, sistem pembayaran di MRT Jakarta sudah mendukung dan menjalankan prinsip-prinsip BI tersebut. Bahkan, sudah mengikuti standar yang ditetapkan oleh regulator.

"Bahkan, dengan kerja sama dengan mitra-mitra yang sudah berkolaborasi dengan kita, kita ikuti standar itu. Dan juga kalau dari sisi profil, kita juga sudah inline banget lah dengan BI," ujar dia.

Terkait vending machine QRIS, kata Angga, salah satu bentuk sistem pembayaran digital ini tergolong baru keberadaannya di stasiun MRT Jakarta. Namun, pembeliannya cukup masif, di mana komposisi pembelian tiket menggunakan mesin ini mencapai 79 persen.

Menurutnya, ketersediaaan vending machine QRIS di stasiun MRT Jakarta mencerminkan masih banyaknya masyarakat yang bukan pengguna tetap atau rutin MRT Jakarta, masih mengandalkan uang tunai sebagai sarana transaksi pembelian tiket.

"Sehingga, kalau dari sisi strategi MRT sendiri, kita sebagai transportasi publik mengarah ke demand publik itu sendiri," katanya.

Padahal, papar Angga, profiling pengguna MRT Jakarta didominasi oleh generasi milenial dan Gen Z. Artinya, mereka merupakan generasi melek teknologi yang dalam kegiatan sehari-harinya mengandalkan teknologi dalam bertransaksi.

Lebih lanjut Angga menyampaikan, selain sistem pembayaran, kecepatan transaksi (tap in/tap out) di pintu-pintu masuk dan keluar MRT Jakarta juga merupakan hal yang tidak kalah penting.

"Kecepatan tak kalah penting karena benchmark luar negeri mungkin pada saat nge-tap pergerakannya nonstop. Ke depan, kita perbaiki hal tersebut. Harapannya bisa sama dengan di luar negeri," ujar Angga.

Maka dari itu, MRT Jakarta kini tengah fokus menuju digitalisasi sistem pembayaran yang sudah masuk dalam peta jalan (roadmap) hingga 2028. Sebab, dengan hal ini, bisa menjadikannya lebih efektif dan efisien. Bahkan, memberikan keuntungan dari sisi pengguna dan penyedia jasa.

Sebagai informasi, data Bank Indonesia (BI) mengungkapkan ada tujuh prinsip sistem pembayaran untuk ekosistem transportasi. Hal itu tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/6/PBI/2021 Tahun 2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran.

Pertama, mengenai larangan eksklusivitas. Dalam akses ke sumber dana, penyedia jasa transportasi (PJP) dilarang melakukan kerja sama dengan pihak lain untuk layanan umum secara eksklusif, sehingga menyebabkan barrier to entry bagi PJP lain dan ketergantungan masyarakat pada produk tertentu.

Kedua, mengenai perluasan akses sistem pemabayaran dan perlindungan konsumen. Artinya, harus dapat diakses secara luas oleh semua kalangan masyarakat dengan aman dan memiliki mekanisme perlindungan konsumen.

Ketiga, terkait kewajiban interkoneksi dan interoperabilitas. Maksudnya adalah pemenuhan terhadap mekanisme keterhubungan/saling terkoneksi dengan seluruh PJP serta dapat diwujudkan instrumen pembayaran digunakan pada infrastruktur lain.

Keempat, mengenai tujuan dan penyelenggaraan sistem pembayaran yakni harus fokus pada kemudahan dan kecepatan akses. Dengan kata lain, memberikan kenyamanan, kemudahan penggunaan, serta kecepatan akses bagi masyarakat.

Kelima, aman dari single point of failure. Manajemen risiko dalam hal ini harus terdapat contigency plan, sehingga apabila terjadi kegagalan sistem, maka pembayaran masih dapat tetap berjalan.

Keenam, terkait leverage atau daya ungkit industri, dalam hal ini skema harga. Memanfaatkan kapabilitas industri sistem pembayaran eksisting untuk mendorong inovasi dan kompetisi yang sehat.

Ketujuh, kepraktisan penggunaan. Artinya, mengedepankan kenyamanan serta mengutamakan keselamatan pengguna dalam bertransaksi.

BI juga mencatat transaksi pembayaran digital menggunakan QRIS tumbuh pesat. Pada April 2024, volume transaksi mencapai 406 juta dengan nilai transaksi Rp44,1 triliun. Angka itu naik 194 persen jika dibandingkan April 2023 yang Rp15 triliun dengan 123 juta transaksi.

Jika dibandingkan bulan sebelumnya yakni Maret 2024, transaksinya sebesar Rp41,6 triliun dengan volume transaksi 373 juta.

Kemudian, pembayaran menggunakan uang elektronik juga tumbuh. Pada April 2024, nilai transaksinya mencapai Rp89,4 triliun dengan volume tembus 1,264 miliar. Angka itu naik 34 persen jika dibandingkan April 2023 yang nilai transaksinya Rp66,3 triliun dengan volume transaksi 915 juta.

(YNA)

Halaman : 1 2 3 4 5
Advertisement
Advertisement