"Tak hanya itu, kebijakan work from home/WFH serta pembatasan penggunaan transportasi pribadi saat KTT Asean juga mampu memperbaiki kualitas udara," tutur Ferdy.
Sependapat dengan Ferdi, Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, mengatakan bahwa untuk mengetahui kondisi polusi udara di wilayah Indonesia, khususnya di Jabodetabek, masyarakat bisa mengakses aplikasi bernama ISPUnet dari KLHK.
"Nggak usah percaya itu IQAir dan lain sebagainya. Toh dengan mem-publish data polusi udara, mereka punya tujuan jualan," ujar Agus.
Sementara, Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK, Luckmi Purwandari, mengatakan bahwa pemerintah berkomitmen untuk memberikan informasi mutu udara yang tepat dan akurat kepada masyarakat dalam rangka upaya pengendalian pencemaran udara.
Hal ini dibuktikan dengan terus meningkatnya jumlah stasiun pemantauan otomatis kontinu yang dimiliki KLHK.
Menyitir laman resmi KLHK, tujuan disusunnya ISPU agar memberikan kemudahan dari keseragaman informasi mutu udara ambien kepada masyarakat di lokasi dan waktu tertentu serta sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan upaya-upaya pengendalian pencemaran udara baik bagi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Tercantum bahwa perhitungan ISPU dilakukan pada 7 (tujuh) parameter yakni PM10, PM2.5, NO2, SO2, CO, O3, dan HC.
Terdapat penambahan 2 (dua) parameter yakni HC dan PM2.5 dari peraturan sebelumnya. Penambahan parameter tersebut didasari pada besarnya resiko HC dan PM2.5 terhadap kesehatan manusia.
Terkait dengan emisi PLTU, papar Luckmi, KLHK sudah mengintegrasikan Continuous Emissions Monitoring System/CEMS yang terpasang di cerobong PLTU ke sistem yang disebut dengan SISPEK milik KLHK.
"Sistem Informasi Pemantauan Emisi Industri Kontinyu (SISPEK) adalah suatu sistem yang menerima dan mengelola data hasil pemantauan emisi cerobong industri yang dilakukan dengan pengukuran secara terus menerus atau CEMS," ujar Luckmi.