"Ini yang kemudian menimbulkan vulnerabilitas. Kami sekarang melakukannya secara tersentralisir dan memberikan dalam bentuk strategic purchase sehingga kami bisa memiliki bargaining yang jauh lebih banyak dan lebih bagus, sebanyak Rp140,8 miliar kami bisa mengurangi belanja yang sekarang menjadi sangat penting, yaitu konsumsi laptop," ungkap Sri.
Untuk penerapan ruang kerja masa depan, pihaknya sudah meminta kepada semua rekan yang mengelola kekayaan negara, baik yang internal Kemenkeu dan DJKN. Karena ruangan-ruangan bisa di-share, maka kemungkinan pihaknya akan membuat ruangan yang lebih bisa dibagi bersama di berbagai tempat sehingga bisa mengurangi office space yang biasanya digunakan secara eksklusif, berdampak pada turunnya alokasi sewa kantor hingga efisiensi Rp14,35 miliar.
"Shared service sentralisasi gaji efisiensi Rp9,46 miliar, selama ini dulu sebelum ada reform, masing-masing unit eselon I membayar gaji dan menimbulkan belanja pegawai, ada lebih dari 500 pegawai hanya ngurusin gaji. Ini sekarang menjadi turun hanya 25 orang, karena kita sudah menggunakan satu shared service, ini mengubah secara radikal jumlah rekrutmen pegawai," kata Sri.
Pihaknya juga menggunakan collaborative tools yang dikelola secara bersama yaitu aplikasi untuk bekerja secara kolaboratif, dengan efisiensi yang tercapai Rp290 miliar. Dulu naskah dinas harus jalan-jalan ke stakeholder dan dikonsultasikan.
"Dengan adanya tools, kita bisa bekerja sama dengan satu naskah dinas secara sangat efisien. Efisiensi ini tidak hanya dari sisi uang Rp290 miliar, tapi juga dari sisi cara kerja kita, kualitas kerjanya kita harapkan akan jauh lebih baik, dan juga kecepatannya menjadi lebih bagus. Inilah sebetulnya yang menjadi reformasi yang fundamental dalam Kemenkeu, bukan hanya di kantor pusat tapi juga vertikal, juga dari sisi mindset pengelolaan keuangan negara," pungkas Sri.