Dalam penemuan tersebut ditemukan emas di setiap kemasan. Dalam kemasan tersebut disisipkan emas bentuk gelang dalam jumlah kecil untuk mengelabui x-ray, seolah yang akan diekspor adalah perhiasan. Sehingga, dilakukan pencegahan dan penyegelan barang dalam rangka penyelidikan lebih lanjut.
"Menariknya, pada 2015 PT Q pernah mengajukan permohonan SKB (pembebasan) PPh Pasal 22 Impor (DPP senilai Rp7 triliun) namun ditolak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) karena wajib pajak (WP) tidak dapat memberikan data yang menunjukkan atas impor tersebut menghasilkan emas perhiasan tujuan ekspor. Jadi DJBC dan DJP sinergi," tambahnya.
Jadi, ini memang modus PT. Q mengaku sebagai produsen Gold Jewelry tujuan ekspor untuk mendapat fasilitas tidak dipungut PPh Pasal 22 Impor emas batangan yang seharusnya 2,5% dari nilai impor (PMK No.107/PMK.010/2015 pasal 3).
"Modus ini terungkap karena kerja lapangan, sehingga jelas kenapa kegiatan ekspor disebut dalam klarifikasi kami. Karena ekspor-lah yang menjadi indikasi awal adanya tindak pidana di bidang kepabeanan oleh PT. Q. Dan tentu penyidikan yang dilakukan menyeluruh hingga tahapan impor, itulah duduk perkara secara kronologis," jelas Yustinus.
DJBC kemudian mengajukan kasasi dengan putusan:
No. 1549K/Pid.Sus/2017 tanggal 20 Nov 2017: Terdakwa Mr. X (Perorangan) Direktur PT. Q terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan pidana penjara 6 bulan dan denda Rp2,3 miliar No. 1374K/Pid.Sus/2017 tanggal 20 Nov 2017: Terdakwa PT. Q terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan pidana denda Rp500 juta.