IDXChannel – Ekonom menilai stimulus pemerintah 8+4+5 berpeluang menjaga konsumsi jangka pendek sekaligus memperluas penciptaan lapangan kerja berkelanjutan.
Program yang meliputi bantuan pangan, padat karya, hingga insentif fiskal ini dinilai menjadi langkah strategis dalam memperkuat daya beli masyarakat.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menjelaskan, stimulus ini diperkirakan berdampak pada konsumsi rumah tangga. “Stimulus ‘8+4+5’ diperkirakan mendorong konsumsi jangka pendek sekaligus memperluas penciptaan lapangan kerja yang lebih berkelanjutan. Bantuan pangan, padat karya, dan insentif fiskal akan menjaga daya beli, terutama pada kelompok rentan,” kata Andry, Selasa (16/9/2025).
Ia menambahkan, fokus jangka menengah dari stimulus diarahkan ke sektor strategis. Dalam jangka menengah, ujarnya, pemerintah perlu fokus pada sektor perumahan, perikanan, perkebunan agar dapat meningkatkan kapasitas produksi, memperluas nilai tambah industri, dan memperkuat daya saing ekspor.
Menurut Andry, kebijakan ini tetap berada dalam koridor fiskal yang hati-hati. “Di tengah kebijakan yang lebih ekspansif, Pemerintah menegaskan komitmennya menjaga batas defisit di bawah 3 persen PDB," ujarnya.
Chief Economist dan Head of Fixed Income Research BRI Danareksa Sekuritas Helmy Kristanto menilai skema stimulus yang diterapkan dapat menjadi langkah kontra-siklus ekonomi.
Kebijakan kontra-siklus atau counter-cyclical merupakan upaya yang diarahkan berlawanan dengan siklus ekonomi yang sedang terjadi. Ini merujuk pada permintaan domestik melemah, tabungan rumah tangga menurun, cicilan meningkat, dan survei BI yang menunjukkan pelemahan kepercayaan konsumen.
"Kebijakan kontra-siklus saat ini bertujuan untuk mencegah perlambatan ekonomi lebih lanjut dan penurunan konsumsi," kata Helmy.
Helmy juga menyoroti potensi risiko dari pelaksanaan stimulus ini. Pemerintah, ujarnya, dihadapkan pada tantangan untuk memastikan dampak turunan dari kebijakan ini dapat berjalan efektif.
"Eksekusi dan distribusi kebijakan ini menjadi hal yang utama," tuturnya. Selanjutnya, Helmy menilai pemerintah perlu melihat risiko kebijakan fiskal pro-pertumbuhan yang secara umum dapat dipersepsikan negatif terhadap prospek defisit fiskal.
"Ini karena belanja pemerintah yang lebih besar, yang bisa memicu risiko kenaikan imbal hasil,” ujarnya
Namun, ia mencatat pemerintah tetap berkomitmen menjaga disiplin fiskal. Presiden Prabowo menegaskan pemerintah siap untuk menurunkan proyeksi defisit APBN.
Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa meyakini defisit anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN) tidak akan melebar meski Presiden Prabowo Subianto meluncurkan stimulus ekonomi baru.
Stimulus ekonomi, tegasnya, menggunakan anggaran yang tersedia di APBN 2025. Menurutnya, semua keperluan anggaran itu telah dihitung dengan matang.
"Jadi ini hanya optimalisasi penyerapan anggaran, supaya berdampak bagi perekonomian tanpa mengubah defisit terlalu signifikan," kata Purbaya.
(kunthi fahmar sandy)