“Dalam 10 bulan, ada 17 Perpres dan Inpres yang diterbitkan mengubah banyak hal. Ini belum pernah terjadi sebelumnya,” kata dia.
Selain deregulasi, Kementan juga melakukan pembenahan internal untuk menjadi institusi yang bersih dan bebas korupsi. “Ada korupsi, kita pecat. Belum tersangka pun, kalau ada indikasi, langsung kita tindak. Tidak ada kompromi,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemerintah juga bertindak tegas terhadap mafia pangan, pupuk palsu, dan beras oplosan. Penyederhanaan regulasi pupuk disebut menjadi salah satu kunci peningkatan produksi.
"Dulu pupuk langka, sekarang tidak lagi. Dari 145 regulasi disederhanakan agar produsen bisa langsung ke petani,” kata Amran.
Kementan juga memfokuskan kembali anggaran Rp1,7 triliun untuk penguatan sektor produktif, mulai dari benih hingga alat mesin pertanian. Keberhasilan ini, lanjutnya, tak lepas dari kolaborasi lintas lembaga.
“Kita bergerak bersama Bulog, PIHC, Kemendag, ESDM, Menko Pangan, BUMN, Polri, TNI, bupati, dan gubernur. Semua berorkestra,” tuturnya.
Pemerintah juga meningkatkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah menjadi Rp6.500 per kg dan jagung Rp5.500 per kg, yang berdampak pada peningkatan pendapatan petani hingga Rp113 triliun.
Mentan menegaskan Indonesia kini tengah bergerak menuju “negara emas” melalui sektor pertanian. Fokus ke depan, kata dia, pada pengembangan enam komoditas unggulan, yakni kakao, kelapa, kopi, mente, pala, dan sawit.
"Ke depan fokus kita ada enam komoditas unggulan, kakao, kelapa, kopi, mente, pala, dan sawit, dengan nilai investasi Rp371,6 triliun dan serapan tenaga kerja 8,6 juta orang,” kata dia.
(Febrina Ratna Iskana)