Dengan demikian, masih terdapat kesenjangan investasi sekitar Rp2.389 triliun yang harus dipenuhi untuk mengejar target dekarbonisasi industri.
Lebih lanjut, Juniko menjelaskan ada lima pilar dalam mewujudkan karbon bersih (net zero emissions/NZE) di sektor perindustrian, yakni dekarbonisasi ketenagalistrikan, subtitusi bahan bakar ramah lingkungan, peningkatan efisiensi energi, efisiensi sumber daya, serta teknologi ramah lingkungan dan penangkapan karbon (CCUS).
Berdasarkan PP 33/3023, industri diharapkan dapat menghemat 5,28 MTOE pada 2030. Namun perkembangannya, hingga 2030 hanya 217 dari 450 industri yang telah melaporkan upaya manajemen energinya.
“Dari hasil analisis IESR, beberapa industri di Indonesia telah memiliki intensitas energi yang cukup baik dibanding dengan rerata global. Namun begitu, dalam mencapai emisi nol bersih upaya lebih ambisius dibutuhkan,” jelasnya.
Sementara itu, Executive Director The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Harry Warganegara mengatakan di sektor industri besi dan baja, penerapan industri hijau masih menjadi pilihan bagi setiap perusahaan. Sebab, belum ada aturan yang memaksa untuk melakukan penerapan industri hijau.
“Penerapan industri hijau di sektor industri besi dan baja masih sekedar tahap himbauan atau pilihan, bukan tuntutan paksaan atau keseharusan. Jadi jika ada yang menerapkan industri hijau, itu karena kesadaran mereka saja,” jelas Harry.