Oleh karena itu kebijakan pelarangan impor oleh pemerintah yang diklaim untuk mendukung perusahaan Indonesia justru berpotensi merugikan industri yang ketersediaan bahan bakunya kurang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri mamin memberi kontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional dan mengalami pertumbuhan tertinggi di antara industri non-migas dengan rata-rata sebesar 7,78%. Industri ini juga satu-satunya industri non-migas yang mengalami surplus perdagangan.
"Untuk itu, baiknya pemerintah meninjau kebijakan substitusi dan pengurangan impor dalam produksi pangan dalam kaitannya dengan pertumbuhan industri makanan dan minuman," pungkas Hasran. (NIA)