Tarif-tarif ini, yang menambah bea yang sudah ada sebelumnya, akan berdampak pada berbagai komoditas, mulai dari vanila asal Madagaskar yang dikenakan tarif sebesar 47 persen, hingga tekstil dari Sri Lanka yang dikenai tarif sebesar 44 persen.
"Guncangan terhadap sentimen dan arus modal kemungkinan akan berlangsung lama dan membutuhkan premi risiko yang lebih tinggi," tulis JPMorgan dalam catatannya, yang menurunkan pandangannya terhadap mata uang pasar berkembang menjadi "underweight" dan menyebut adanya kemungkinan titik balik bagi utang pasar berkembang.
Padahal, negara-negara berkembang baru mulai pulih dari kemerosotan peringkat kredit setelah masa sulit selama satu dekade, yang diperburuk oleh pandemi, membuat naiknya biaya pinjaman. Namun sekarang, mereka menghadapi tantangan baru lagi, yaitu tarif impor dari AS.
(NIA DEVIYANA)