IDXChannel - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, transisi energi dari fosil ke energi hijau butuh dana yang tidak sedikit. Setidaknya anggaran Rp 3.500 triliun harus dikucurkan untuk mencapai nol emisi karbon.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat, anggaran jumbo ini berkaitan dengan persepsi investor soal pembangkit energi hijau di Indonesia. Persepsi risiko investasi energi terbarukan di Indonesia masih tinggi.
"Hal ini menyebabkan biaya pendanaan (financing cost) proyek-proyek energi terbarukan cukup mahal. Padahal di negara lain financing cost energi terbarukan jauh lebih rendah dari fosil," ujarnya kepada MNC Portal Indonesia, Rabu (15/12/2021).
Meski ada persepsi demikian, Fabby menjelaskan sebenarnya harga energi terbarukan tidak semahal yang dibayangkan.
"Memang benar bahwa pengembangan infrastruktur energi terbarukan butuh dana besar, tapi ini sama juga kalau membangun infrastruktur energi fosil yang lain seperti bangun PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) atau PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas)," ujarnya.