Menurut Richard, pemerintah bisa lebih memperhatian para pegawai swasta yang bekerja di daerah tertinggal. Di mana mereka bekerja banting tulang untuk kesejahteraan negara, namun hanya diberi gaji minim.
Contohnya, para guru honorer daerah, gaji yang mereka dapat dari pemberian ilmu kepada murid-murid hanya sebesar Rp 500-1 juta per bulan. Sedangkan jika melihat para pegawai pemerintah yang bekerja tak sesuai dengan jam kantor, kerjaan tidak segera diselesaikan namun justru diberi kenaikan tunjungan kinerja.
"Coba pemerintah mulai mengkaji lagi karena tidak berbanding lurus antara kenaikan tunjangan ini. Niat baik, okelah, tapi coba dikaji lagi, apabila dinaikkan kompetensi apa yang harus mereka punya sehingga mereka bisa dinaikkan seperti itu," tutur Richard.
Selain itu, Richard juga menyayangkan jika para anggota DPR/MPR diberikan kenaikan tunjangan. Sebab, menurutnya, para pejabat setingkat DPR/MPR sudah cukup banyak uang dari penghasilannya. Alangkah baiknya, jika anggaran APBN tunjangan kinerja PNS ini diberikan pada pihak-pihak yang lebih membutuhkan.
"Semuanya dilakukan pemerintah ini sebenarnya baik tapi tidak menjamin membuat kinerja mereka itu naik dan menurut saya ini bisa menjadi beban negara sedangkan masih banyak hal hal yang di fokuskan menggunakan dana APBN tersebut dibandingkan untuk tukin itu," tukasnya.