Manajemen Garuda, lanjut Irfan, akan memaksimalkan kinerja bisnis mereka di 2022 mendatang. Dia mengaku optimis bahwa bisnis penerbangan akan semakin membaik di tahun depan.
"Saya belum bisa sampaikan proyeksinya, masih finalisasi. Terlepas dari proyeksi atau kinerja yang diharapkan tahun depan, kita semua harus realistis bahwa Indonesia masih menghadapi situasi pandemi Covid-19," ungkap dia.
Dia mengaku, mobilitas penumpang pesawat tengah mengalami kenaikan. Hal itu akan berimbas pada kinerja Garuda. "Kita akan sesuaikan dengan demand yang ada, dengan mengoperasikan pesawat di rute-rute yang profitable, dan secara perlahan membuka rute lain atau meningkatkan frekuensi," tutur Irfan.
Secara agregat, utang Garuda Indonesia mencapai USD9,8 miliar atau setara Rp139 triliun. Adapun rinciannya, utang kepada lessor atau perusahaan penyewa pesawat sebesar USD 6.351 juta atau setara Rp90,2 triliun.
Kemudian, komposisi utang terbesar kedua adalah bank yakni USD 967 juta atau setara Rp13,8 triliun. Adapun persentasenya mencapai 10 persen dari total utang.