Sebab lewat kebijakan EUDR ini Uni Eropa mengklasifikasikan produk yang masuk dalam tiga kategori, pertama low risk dengan tingkat emisi karbon 3%, standard risk dengan paling banyak menyumbang 6%, dan high risk paling banyak 9%.
"Mereka mengklasifikasikan negara menjadi 3, yaitu low risk, standar risk, dan high risk. Mereka melakukan klasifikasi tidak menutup mereka melakukan verifikasi, jadi semuanya di verifikasi, yang low risk 3%, standard risk 6%, dan high risk 9%," sambung Airlangga.
"Ini tentu merupakan trade barrier baru, demikian pula kalau di kayu, konsumen tidak mau bayar, dibebankan kepada produsen. Jadi mereka menaikan standar tapi tidak mau menaikan cost, cost di push seluruh ke negara produsen," lanjutnya.
Disamping itu menurut saat ini uni eropa masih belum mengakui sertifikasi yang dikeluarkan oleh LSM dari Indonesia soal klaim produk yang lebih ramah lingkungan.
Artinya Uni Eropa memiliki standarisasi tersendiri akan produk-produk yang bakal masuk ke negaranya.