Menurut survei WEF, China akan terlihat melonggarkan kebijakan moneternya di tahun ini. Sementara zona Eropa dan AS masih akan tetap melakukan pengetatan. (Lihat peta di bawah ini.)
Kontras, berdasarkan analisis Morningstar pada akhir 2022 lalu, The Fed diperkirakan akan melakukan pivot untuk melonggarkan kebijakan moneter pada tahun ini karena inflasi mulai turun dan kebutuhan untuk menopang pertumbuhan ekonomi menjadi yang terpenting.
Mengingat lonjakan harga yang disebabkan oleh kendala pasokan, inflasi diperkirakan akan berayun menuju deflasi pada tahun 2023, yang berarti membatasi inflasi akan jauh lebih mudah.
“Kami memperkirakan Fed akan melakukan pelonggaran kebijakan moneter pada pertengahan 2023 karena inflasi turun kembali ke target 2% dan kebutuhan untuk menopang pertumbuhan ekonomi menjadi perhatian utama,” ujar laporan Morningstar pada akhir 2022 lalu.
Sementara di Asia, mengutip SCMP, analis Lian Ping dari Zhixin Investment Research Institute juga menilai kebijakan moneter China dapat semakin longgar pada tahun ini setelah bank sentral negeri Panda tersebut memangkas rasio cadangan uangnya.
Sebelumnya, Bank sentral China di akhir November 2022 lalu memangkas jumlah uang tunai yang harus disimpan bank sebagai cadangan untuk kedua kalinya tahun ini guna menopang pertumbuhan.
Ini terjadi karena langkah-langkah kebijakan Covid-19 yang terbatas dan kemerosotan pasar properti terus meredam sentimen konsumen dan membebani ekonomi nomor dua dunia itu.
Bank Rakyat China mengatakan pemotongan 0,25 poin persentase dalam reserve requirement ratio (RRR) menjadi 7,8% berlaku 5 Desember tahun lalu dan menyuntikkan sekitar 500 miliar yuan atau setara USD70 miliar untuk likuiditas jangka panjang. (ADF)