"Itu data publik, seharusnya kita punya hak untuk mendegar hasil investigasinya sudah sampai mana, hasilnya kayak gimana. Dan lagi-lagi ketika terjadi lagi orang-orang cuman bisa pasrah karena enggak dikasih pelajaran," ucapnya.
Dibanding dengan Eropa yang memiliki regulasi perlindungan data pribadi atau General Data Protection Regulation (GDPR), di Indonesia para platform merasa tidak merasa bersalah saat mengalami kebocoran data. Adanya GDPR membuat platform yang mengalami kebocoran data bisa langsung mendapatkan sanksi, bahkan saking besarnya sanksi dapat membuat perusahaan bangkrut.
Sementara di Indonesia, jika ada platform baik media sosial atau e-commerce yang mengalami kebocoran data pengguna, bisnis mereka tetap bisa berjalan dengan normal.
"Di Indonesia ada kejadian ini pihak platform enggak ngerasa kayak wah bahaya ini data pengguna kita bocor. Bisnis lanjut lagi. Bisnis berjalan normal," pungkasnya. (TYO)