IDXChannel - Beberapa warga desa Mangkang, Semarang, Jawa Tengah berinovasi dengan menyulap limbah mangrove menjadi pewarna batik alami.
Desa Mangkang memiliki sebuah lahan percontohan penanaman mangrove, yang dibina oleh Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) sejak 2008.
Selain fokus pada pembibitan mangrove, mereka juga mencoba memanfaatkan limbah mangrove menjadi kerajinan tangan.
Para pengrajin batik limbah mangrove yang merupakan ibu-ibu itu tergabung dalam kelompok Batik Wijayakusuma.
Nur Hayati selaku pengrajin batik mengatakan bahwa limbah mangrove berasal dari akar, kulit, hingga buahnya yang sudah tak terpakai bisa menghasilkan pewarna batik alami, bewarna cokelat.
"Kita ambil akar, kulit, pentol buahnya yang tidak dipakai, yang tidak bisa ditanam. Itu dimanfaatkan untuk pewarnaan batik," kata Nur Hayati saat ditemui di lokasi pembuatan batik, Mangkang, belum lama ini.
Adapun prosesnya hanya memakan waktu 2-3 jam untuk pengambilan kulit mangrove, kemudian dijemur lalu direbus. Setelah itu bisa digunakan sebagai pewarna alami batik.
Dari hasil limbah mangrove itu menghasilkan variasi warna cokelat seperti cokelat tua, coklat muda, dan cokelat kemerahan (bata).
Namun kain batik yang dihasilkan tidak melulu bewarna cokelat. Mereka juga menggunakan jenis tanaman lain seperti indigo dan tanaman jolawe sebagai perwarna alami.
Sayangnya, mereka tidak bisa banyak memproduksi kain batik lantaran terkendala sumber daya manusia. Saat ini kelompok Batik Wijayakusuma hanya memiliki lima anggota, awalanya terdiri dari sekitar 15 orang.