“Itu sampai ketinggian 36.000 kaki. Kita intersep dari Madiun. Saya takjub, ternyata penerbangnya perempuan, pesawat itu kan besar sekali. Dia melapor dengan sopan mengapa pesawatnya masuk ke wilayah kita, setelahnya baru kita intersepsi,” lanjut Wastum.
Menurutnya, pengalaman itu cukup menegangkan. Sebab mengalihkan pesawat militer negara lain melibatkan dua negara, yang jika tidak dia tangani dengan hati-hati bisa menimbulkan konflik diplomasi.
Hingga saat ini, Wastum mencetak 1.038,15 jam terbang di pesawat F-16 Figthing Falcon dan 668,15 jam terbang AS-202 Bravo, T-34 Charlier, dan KT-1B/Wong Bee. Wastum adalah alumnus terbaik pada masanya, dan ia pernah menjabat sebagai Danlanud Soewondo.
“Saya tidak bisa mencapai semuanya tanpa dukungan orang-orang terdekat saya. Kedua orang tua saya sudah almarhum, tapi saya yakin mereka telah bahagia di atas sana melihat saya berhasil menggapai impian,” tutupnya.
Demikianlah kisah inspiratif anak petani yang berhasil menjadi penerbang pesawat tempur TNI AU. (NKK)