Anak dari pasangan Nasuha dan Nasyati ini menyelesaikan pendidikan dari SD sampai SMA di Kota Bandung (1972-1985). Setelah lulus SMA pada 1985, Dudung mendaftar Akabri Darat. Dia melaksanakan pendidikan Akmil sampai 1988 dengan menyandang pangkat letnan dua (letda).
Dudung kecil sudah membulatkan tekad ingin menjadi tentara. Profesi itu selalu memanggilnya karena dia hidup dan tinggal di barak. Profesi itu didambakan sebagai upaya meringankan beban ibunya untuk membiayai pendidikan delapan saudara kandungnya.
Pada 1981, ketika masuk kelas 2 SMP, cobaan menghampiri keluarganya karena sang ayah yang bekerja sebagai PNS di lingkungan Bekangdam III/Siliwangi, meninggal dunia.
Berbagai pekerjaan pernah dilakukannya untuk membantu sang ibunda. Selain berjualan koran, dia juga menjual kue tampah di perempatan Jalan Belitung di sekitar Kodam III/Siliwangi. Menjadi loper koran dia lakukan ketika duduk di bangku SMA Negeri 9 Bandung. Pekerjaan itu dilakukan Dudung sebelum berangkat sekolah.
Di usia belia, dia sadar hidup itu juga berisi kerja keras, tekad, dan upaya yang tanggap untuk mengejar mimpi. Apa yang tampak sebagai keberhasilan saat ini, menurut dia, sebetulnya hasil jatuh bangun yang lama dan dalam, yang orang lain tak pernah melihatnya. Kepedihan hidupnya di masa kecil dan kepatuhan serta cintanya kepada kedua orang tua, justru menjadi pendorong semangatnya sampai ke titik tertinggi.