IDXChannel - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI terus bertekad untuk tidak hanya jago dalam kiprahnya di pasar nasional, namun juga dapat berbicara banyak di pasar regional, bahkan global.
Target ini telah sesuai dengan amanat yang diberikan oleh pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), di mana BNI didorong untuk dapat eksis go global sebagai front face perbankan Indonesia di kancah internasional.
Karenanya, meski kini telah berhasil mencatatkan diri sebagai bank dengan aset terbesar keempat secara nasional, dengan catatan per Mei 2023 mencapai Rp967,52 triliun, BNI tak lalu berpuas diri dan tetap senantiasa mengeksplorasi bisnis lewat dengan penguatan ekspansi di pasar global.
"Saat ini, kami sudah memiliki empat kantor representatif di kawasan Asia, satu di London dan satu lagi di New York. Terbaru, kami juga baru saja membuka (kantor cabang) di Amsterdam ini. Jadi total sudah ada tujuh (kantor cabang BNI di luar negeri)," ujar Head of Amsterdam Office BNI Belanda Dwi Wibowo, saat ditemui oleh Pemimpin Redaksi IDXChannel, Delvi LM Sinambela, di kantornya.
Menurut Dwi, keberadaan Kantor Representatif BNI di luar negeri memiliki sejumlah fungsi dan penugasan. Salah satunya adalah untuk membantu dan memfasilitasi seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) yang ada di luar negeri terkait kebutuhan mereka dalam melakukan transaksi keuangan.
Selain itu, hadirnya Kantor Representatif BNI di luar negeri juga dapat mendukung para pebisnis Indonesia yang ingin memperkuat ekspansinya dengan masuk ke pasar global.
"Sehingga, keberadaan unit bisnis di luar negeri ini memang tujuannya untuk memastikan perekonomian Indonesia bisa terus go global, trading dengan Eropa lebih banyak, dan juga barang-barang UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) bisa semakin mendunia, lewat program dispora yang kami punya," ujar Dwi.
Khusus untuk pasar Amsterdam dan juga Belanda secara keseluruhan yang saat ini menjadi tanggung jawabnya, Dwi memperkirakan ada potensi pasar yang sangat besar, yaitu mencapai 1,7 juta orang, atau sekitar 10 persen dari total populasi masyarakat Belanda saat ini.
Hal ini tidak lepas dari kedekatan kultural masyarakat Belanda terhadap Indonesia. Bahkan untuk kalangan diaspora WNI yang telah menetap di sana, sebagian besar merupakan garis keturunan kedua hingga ketiga, terhitung dari leluhurnya yang berasal dari Indonesia.
"Sehingga mereka bisa dibilang memiliki ketertarikan lebih terhadap beragam produk buatan kita. Banyak perusahaan Belanda yang melakukan kredit untuk barang-barang dari Indonesia," ungkap Dwi.
Selain itu, salah satu faktor penguat pasar yang ada di sana, adalah keberadaan Pelabuhan Rotterdam, yang notabene merupakan pelabuhan terbesar di Eropa. Dwi menjelaskan, seluruh produk Indonesia yang masuk ke pasar Belanda, pasti akan melalui Pelabuhan Rotterdam. Hal itu berlaku untuk semua jenis komoditas, mulai dari pertambangan sampai dengan komoditas pertanian, seperti petai, jengkol, kopi, makanan ringan, dan lain sebagainya.
"Pasar inilah yang mau kita tuju untuk bisa beranjak go global, karena kami tidak hanya mau asal go global saja, melainkan juga turut mengedepankan produk-produk unggulan dari Indonesia," papar Dwi.
Target ini lah yang menurut Dwi menjadi pembeda antara ekspansi go global yang dilakukan BNI dengan program serupa yang dilakukan bank-bank lain, yang dalam pandangan Dwi cenderung 'asal buka kantor cabang' dengan tolok ukur ekspansi yang tidak terukur dengan jelas.
Sedangkan target segmen kedua, dijelaskan Dwi, adalah para pengusaha Indonesia yang merupakan diaspora dan telah ada di Belanda.
"Memang kalau dari WNI kita tidak banyak, hanya sekitar 16 ribu, termasuk Saya dan staf di sini. Tapi pengusaha Indonesia lumayan banyak, dari sisi F&B (food and beverage) saja, dari hotel, restaurant, catering, yang punya toko, warung, restoran, sudah 400 orang," urai Dwi.
Suprappti pemilik rumah makan Indonesia di Belanda yang mendapat dukungan pendanaan BNI. (Foto: Dok. BNI)
Jumlah tersebut, lanjut Dwi, baru dari sisi F&B, dan belum termasuk para pebisnis dari sektor trading, mengimpor makanan dari Indonesia, atau jenis bisnis lainnya. Sehingga, dengan potensi sebanyak itu, banyak sektor bisnis yang masih bisa dieksplorasi dan didukung oleh BNI.
Di lain pihak, ungkap Dwi, sebagian besar diaspora Indonesia yang menjadi pengusaha di Belanda masih dalam kategori UMKM, karena secara omzet masih dalam jutaan euro per tahun.
"Sehingga tidak mudah bagi mereka untuk mengakses layanan perbankan lokal Belanda. Di sinilah peran BNI, sebagaimana yang telah diamanatkan oleh pemegang saham. Kami bantu untuk literasi perbankan, sampai peluang untuk ekspansi bisnis mereka," ungkap Dwi.
Dengan pola bisnis seperti itu, lanjut Dwi, strategi yang dijalankan BNI di sana tidak serta merta tentang bisnis sejak dari awal interaksi dengan nasabah, melainkan lebih banyak juga dalam bentuk peningkatan literasi hingga pendampingan untuk pengembangan bisnis di skala mikro.
Meski begitu, Dwi menekankan, potensi pasar di Belanda ini masih sangat menjanjikan, dengan 10 persen masyarakat di sana berstatus 'Indonesian Link', sehingga berpeluang untuk dikembangkan lebih lanjut.
Tak hanya berfokus pada potensi dari WNI yang ada di Belanda, peluang tak kalah menjanjikan juga terkait potensi pebisnis Indonesia yang ingin berekspansi ke pasar Belanda, atau juga bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan di Belanda.
Terkait potensi tersebut, Dwi mengklaim saat ini sudah semakin banyak korporasi Indonesia yang ekspansi di Eropa untuk mencari bahan baru, dengan memanfaatkan keberadaan BNI di Belanda sebagai salah satu opsi pintu masuk.
"Jadi, kita tidak hanya bicara soal pasar Belanda saja. Dari Belanda, kita bisa meng-capture market satu benua Eropa secara utuh. Jadi kita bisa masuk juga ke Jerman, Perancis, yang ekonominya juga jauh lebih besar," tandas Dwi.
Dwi mencontohkan, dari satu diaspora yang ada di Belanda saja, saat ini ada kebutuhan sekitar delapan ton petai untuk memasuk restoran-restoran di Belanda.
Jika masih kurang, kadang kebutuhan itu juga diambilkan dari Thailand atau Vietnam. Meski, Dwi menekankan bahwa prioritas utama tetap ada pada para pengusaha Indonesia yang bisa menjawab kebutuhan tersebut.
Hingga saat ini, berdasarkan data yang dimiliki oleh BNI Kantor Representatif Amsterdam, sudah ada 400 sampai 600 pebisnis Indonesia yang telah berkiprah di Belanda. Mayoritas dari jumlah tersebut bergerak di sektor bisnis F&B, diikuti oleh bisnis perdagangan, dan sebagian ceruk bisnis lainnya.
"Jadi, dengan adanya Kantor Representatif ini, perjalanan sebenarnya baru dimulai, bagaimana agar kita bisa semakin berpihak pada para diaspora yang ada di sini (Belanda). Dan ini potensinya sangat besar. Jumlah mereka sangat banyak, dan ada juga sebagian yang tinggal di Yunani, Spanyol, dan (negara) yang lain, yang bisa mulai approach dari sini. Jadi, ini saatnya bekerja," tegas Dwi. (TSA)