Asing Lego Saham 10 Hari Beruntun, di Juni Net Sell Jumbo Rp5,5 Triliun

IDXChannel – Investor asing belum berhenti melego saham-saham di bursa saham RI. Termasuk hari ini, investor asing sudah mencatatkan jual bersih (net sell) selama 10 kali beruntun.
Hal tersebut berbarengan dengan kinerja IHSG yang jeblok sepanjang bulan ini.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG anjlok ke 6.911,58 hingga minus 3,32% selama Juni.
Bahkan, di hari terakhir Juni, Kamis (30/6), IHSG ditutup ambles 0,44% setelah pada awal perdagangan sempat naik ke 6.990,86 (+0,70%). IHSG berbalik arah ke zona merah 15 menit setelah pembukaan sesi II siang tadi.
Praktis, bulan ini menjadi yang paling terjeblok tinimbang 5 bulan sebelumnya.
Sebagai informasi, sepanjang Januari 2022 IHSG naik 0,75%, Februari melonjak 3,88%, Maret melesat 2,66%, dan April naik 2,23%.
Bahkan, selama koreksi Mei (IHSG turun 1,11%) yang kental dengan adagium bernuansa negatif, Sell in May and Go Away, penurunan sepanjang Juni tetap menjadi yang ‘terboncos’.
Sementara, investor asing membukukan jual bersih (net sell) jumbo Rp5,51 triliun di pasar reguler sepanjang bulan ini.
Sejak 17 Juni, asing tanpa henti melego saham-saham di bursa saham Indonesia. (Lihat tabel di bawah ini.)
Asing sendiri paling banyak melego saham-saham big cap perbankan—yang merupakan penggerak utama IHSG--selama Juni.
Sebut saja,saham PT Bank Sentral Asia Tbk (BBCA) dengan nilai jual bersih (net sell) asing mencapai Rp1,5 triliun di pasar reguler. Saham BBCA—emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar di bursa--sendiri minus 4,29% selama bulan Juni.
Demikian pula dengan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) terkena net sell Rp1,4 triliun dan harga sahamnya ambles 6,76% sepanjang bulan yang sama.
Saham emiten bank kakap lainnya, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), juga membukukan net sell jumbo Rp1,2 triliun di pasar reguler yang turut membuat harga saham perseroan anjlok 6,92% selama Juni.
Kemudian, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), terkena net sell Rp594,7 miliar di pasar reguler. Selama Juni, harga saham BBNI anjlok cukup dalam, mencapai 11,30%.
Fluktuasi luar biasa IHSG sepanjang paruh pertama tahun ini, terutama periode Mei-Juni, tak bisa dilepaskan dari sentimen global, terutama efek kenaikan suku bunga oleh bank sentral negara utama dan dampak lanjutan dari perang di Ukraina.
Rezim kenaikan suku bunga, yang dipimpin oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed), sendiri semata-mata diberlakukan demi meredam inflasi yang meroket, terutama dampak dari macetnya rantai pasok global di tengah perang dan pemulihan pandemi.
The Fed, misalnya, menerapkan kebijakan pengetatan moneter dengan menaikkan suku bunga secara agresif, termasuk quantitative tightening (QT) untuk mengakhiri kebijakan uang longgar (quantitative easing/QE, suku bunga rendah).
Inflasi yang masih di atap langit tersebut membuat Jerome Powell dkk masih akan terus bersikap ‘galak’ ke depan.
Singkatnya, dalam taraf tertentu, asing akan berkaca dari tone global di atas sambil memasang mode risk-on kalau-kalau situasi makro dan geopolitik lebih buruk dari yang dibayangkan. (ADF)