Selanjutnya, yakni PT Trimuda Nuansa Citra Tbk (TNCA) yang terkontraksi hingga minus 6,25 persen di perdagangan Senin (5/9). Harga saham pemilik layanan kurir Garuda Express Delivery atau GED tersebut turun menjadi Rp525/saham.
Menyusul ketiga emiten di atas, PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) juga terperosok sebesar minus 5,14 persen. Harga saham emiten induk perusahana kurir Anteraja tersebut anjlok menjadi Rp1.385/saham.
Terakhir, yaitu emiten taksi PT Blue Bird Tbk (BIRD) juga merosot hingga minus 2,09 persen di perdagangan Senin (5/9). Menurut data BEI, harga sahamnya ditutup turun di level Rp1.405/saham.
Menurut keterangan Direktur Utama PT Blue Bird Tbk, Sigit Djokosoetono, kenaikan harga BBM ini cukup berdampak bagi operasional perusahaan.Pasalnya, sebagian besar armada taksi Bluebird menggunakan BBM dalam operasionalsehari-hari.
“Berdasarkan tren kenaikan tarif BBM selama ini, kontraksi permintaan biasanya terjadidalam beberapa minggu sebagai masa penyesuaian, namun setelah itu akan kembali normal,” kata dia dalam wawancara dengan IDX Channel, Selasa (6/9).
Adapun sebagaimana dilaporkan dalam laporan keuangannya di semester I-2022, beban BBM memiliki porsi terbesar kedua terhadap total beban BIRD, yaitu mencapai 26,92 persen. Sementara di semester I-2022, beban BBM menyumbang Rp298,25 miliar terhadap total beban pokok emiten.
Sebagai perbandingan, BIRD mencatatkan beban BBM lebih tinggi dari kompetitornya. Emiten taksi lainnya yakni TAXI membukukan beban BBM sebesar Rp321,68 juta pada semester I-2022. Adapun beban ini berkontribusi sebesar 7,55 persen dari total beban pokok TAXI.
Melihat beban perusahaan dari segmen BBM, pihak BIRD telah melakukan pengkajian, evaluasi pasar, serta menyesuaikan tarif sebagai respon atas kenaikan harga BBM.
“Saat ini saja, tarif reguler yang berlaku di Jabodetabek adalah tarif Buka Pintu (Flag Fall) sebesarRp7 ribu, dengan tarif Rp5 ribu/km. Dengan kata lain, naik 6% dari tarif taksi regulersebelumnya,” jelas Sigit.
Tak hanya pihak dari BIRD yang menyesuaikan tarif, Kemenhub pada Rabu (7/9) lalu juga menaikkan tarif angkutan umum. Adapun angkutan umum yang terdampak yaitu ojek online (ojol) dan Bus Antar Kota dan Antar Provinsi (AKAP) Kelas Ekonomi.
Terimbas kenaikan tarif angkutan umum, harga saham perusahaan bus Lorena PT Eka Sari Lorena Transport Tbk (LRNA) turun 3,61 persen ke Rp187/saham.
Kendati demikian, saham emiten ojek online (ojol) PT Goto Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) menghijau tipis dalam lanjutan sesi II perdagangan Rabu (7/9). Saham GOTO menghijau seiring pemerintah memutuskan kenaikan tarif ojol.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 13.49 WIB, saham GOTO terapresiasi positif sebesar 0,71 persen. Sedangkan harga sahamnya pada periode tersebut di level Rp284/saham.
Meski secara umum kenaikan BBM membawa sentimen negatif bagi sejumlah sektor, emiten distributor bio solar dan SPBU swasta, PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) berpotensi diuntungkan dari naiknya harga BBM.
Informasi saja, AKRA merupakan distributor bio solar dan produk minyak bumi bagi perusahaan pertambangan, pembangkit listrik, hingga perkebunan.
Menurut Direktur dan Sekretaris Perusahaan, Suresh Vembu, kenaikan harga BBM tidak memengaruhi harga dari produk AKRA.
“Produk ini tidak disubsidi dan berdasarkan harga produk internasional, sehingga tidak ada perbedaan antara harga antara Pertamina dengan AKR berdasarkan Mean of Platts Singapore (MOPS),” kata Suresh dalam wawancara dengan IDX Channel pada Selasa (6/9).
Suresh juga menjelaskan, AKRA juga menyalurkan BBM bersubsidi (bio solar) dengan mengikuti harga yang ditetapkan pemerintah untuk bio solar bersubsidi. Selain itu, kenaikan harga BBM menyebabkan selisih harga SPBU swasta seperti AKRA menjadi tak begitu jauh dengan Pertamax.
“Kami berharap, harga pasar saat ini dapat meningkatkan volume penjualan di kuartal terakhir,” imbuh Suresh.
Asal tahu saja, saat ini AKRA sudah menyalurkan BBM bersubsidi (bio solar) melalui 130 SPBU dan SPBN dimana AKRA telah ditunjuk kembali menjadi distributor untuk periode 5 tahun berikutnya sampai dengan 2023 hingga 2027.
Kedepannya, bersama BP, AKRA akan berinvestasi dalam distribusi ritel dan membuka lebih banyak SPBU melalui kerja sama dengan dealer.
Kinerja Saham Emiten Logistik Kurir Minus Sepekan
Dalam sepekan terakhir, sejumlah emiten logistik kurir mengalami kontraksi seiring kenaikan BBM dan tarif angkutan umum. PT Satria Antaran Prima Tbk (SAPX) memimpin kontraksi terdalam dari emiten sektor ini.
Adapun BEI mencatat, per Kamis (8/9), kinerja saham sepekan SAPX anjlok minus 4,55 persen. Sedangkan kinerjanya secara year to date (YTD) juga ambles hingga minus 24,70 persen. Walaupun memang, dalam sebulan kinerjanya masih menghijau hingga 1,61 persen.
Selain itu, emiten logistik kurir lain ASSA juga mencatatkan kinerja saham negatif selama sepekan, yang terperosok hingga minus 1,02 persen. Selama sebulan dan YTD, harga saham ASSA juga anjlok masing-masing minus 9,60 persen dan minus 56,02 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)
Di tengah saham emiten logistik kurir yang ambles dalam sepekan terakhir, emiten transportasi BIRD memimpin kenaikan harga saham yang melesat seminggu belakangan. Berdasarkan data BEI per penutupan Kamis (8/9), harga saham BIRD terapresiasi hingga 5,42 persen.
Akan tetapi dalam sebulan terakhir harga sahamnya turun minus 12,84 persen meski kinerjanya sepanjang 2022 masih menghijau di 5,80 persen.
Menyusul kinerja positif BIRD, saham emiten distributor bio solar AKRA yang cuan di tengah kenaikan BBM juga mencatatkan performa positif selama sepekan, sebulan, bahkan secara YTD.
Adapun sebagaimana dilansir dari BEI, saham AKRA sepekan dan sebulan naik hingga 1,27 persen. Sementara kinerjanya sepanjang 2022 melambung hingga 45,38 persen. Ini menjadi kinerja YTD yang paling apik dibanding emiten lainnya. (Lihat tabel di bawah ini.)
Berbeda dengan emiten lainnya yang kinerja sahamnya terdampak sentimen kenaikan BBM, saham TAXI tetap datar atau stagnan dalam sepekan terakhir.
Menurut data BEI per Kamis (8/9), saham TAXI tak bergerak di 0 persen dalam sepekan terakhir. Adapun kinerja sahamnya selama sebulan hingga YTD juga berada di angka 0 persen.