IDXChannel – Bursa saham Asia merosot pada Jumat (21/11/2025), melanjutkan aksi jual global, setelah data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang dinanti-nanti tidak memberi kejelasan soal arah suku bunga dalam waktu dekat.
Pada Jumat, indeks terluas MSCI untuk saham Asia-Pasifik di luar Jepang merosot 1,8 persen, membawa pelemahan mingguan menjadi 3 persen, terbesar sejak awal April. Indeks Nikkei Jepang turun 2,16 persen dan Topix tergerus 0,27 persen per pukul 09.37 WIB.
Indeks saham Taiwan jatuh 2,7 persen, sementara pasar Korea Selatan (KOSPI) anjlok lebih dari 3 persen.
Bursa saham China juga terpukul, dengan indeks blue-chip melemah 1,76 persen dan Hang Seng Hong Kong turun 2,25 persen.
Demikian pula, ASX 200 Australia turun 1,43 persen dan STI Singapura terdepresiasi 0,67 persen.
Wall Street merosot tajam semalam seiring kekhawatiran atas valuasi tinggi saham teknologi, memicu ayunan harian terbesar Nasdaq sejak 9 April, ketika tarif ‘Liberation Day’ Presiden AS Donald Trump sempat mengguncang pasar.
Data terbaru menunjukkan perekonomian AS menambah jauh lebih banyak lapangan kerja dari perkiraan pada September.
Namun kenaikan tingkat pengangguran dan revisi turun untuk data bulan sebelumnya menghadirkan gambaran yang serba tanggung bagi Federal Reserve, yang masih menimbang apakah perlu menurunkan suku bunga bulan depan.
Imbal hasil Treasury turun menyusul pergerakan kontrak berjangka yang kini memperkirakan probabilitas pemangkasan suku bunga AS sebesar 40 persen pada Desember, naik dari 30 persen sehari sebelumnya.
Namun karena data payroll berikutnya baru tersedia setelah pertemuan The Fed, pasar tetap belum yakin penurunan suku bunga akan terjadi bulan depan.
“Pasar sebenarnya punya banyak alasan untuk optimistis. Hasil kuartalan Nvidia yang sangat kuat sempat membuat Wall Street melesat. Data tenaga kerja AS juga sebenarnya sebaik yang bisa diharapkan,” ujar analis senior di Capital.com, Kyle Rodda, dikutip Reuters.
Rodda melanjutkan, “Namun momentumnya memang tidak cukup untuk mempertahankan reli. Dua agenda risiko besar sudah lewat dengan hasil positif, tetapi itu pun belum mampu meredam sentimen bearish yang mencengkeram pasar.”
Sejumlah pejabat The Fed semalam juga menyampaikan sikap hati-hati terkait inflasi, dengan beberapa di antaranya mulai menyoroti potensi risiko bagi stabilitas pasar keuangan—termasuk kemungkinan penurunan tajam harga aset—di tengah perdebatan soal waktu, bahkan urgensi, pemangkasan suku bunga lanjutan. (Aldo Fernando)