Pada hari Senin, Beijing memulai tiga putaran pengujian COVID-19 untuk semua penduduk distrik terbesarnya Chaoyang setelah lusinan kasus dilaporkan, mendorong orang untuk menimbun makanan karena kekhawatiran akan penguncian ketat yang pada akhirnya serupa dengan yang terjadi di pusat keuangan Shanghai.
Dari sentimen domestik, banyak pengamat yang mengatakan, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama ini terlalu tinggi, terlebih saat memasuki pandemi Covid-19. Indonesia mestinya dapat menekan defisit hingga 1 persen, bahkan ketika kondisi ekspansif walaupun tahun-tahun sebelumnya memang APBN selalu defisit.
Hal tersebut menjadi masalah karena secara nominal terus membesar, meskipun pemerintah berdalih bahwa kondisinya aman berdasarkan rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Namun saat pandemi Covid-19, defisit APBN melonjak menjadi 6 persen. Indonesia kemudian mendapatkan berkah dari kenaikan harga komoditas secara global sehingga pada 2021 defisit turun menjadi 4,7 persen.
Jika berkah komoditas itu tidak lagi ada, defisit APBN pada 2022 bisa mencapai 4 persen - 4,5 persen. Meskipun tahun depan terdapat kewajiban untuk menurunkan defisit hingga di bawah 3 persen, hal tersebut tidak cukup karena masih menjadi beban.
Sedangkan defisit yang ideal bagi Indonesia adalah di bawah 1 persen, bahkan ketika keuangan negara hendak ekspansif, sebagai negara berkembang Indonesia justru harus terus mengejar surplus APBN.