IDXChannel - Amerika Serikat (AS) tengah bersiap menyambut datangnya musim dingin dengan harga gas yang lebih mahal seiring melonjaknya permintaan dari negara-negara Uni Eropa (European Union/EU).
Lonjakan permintaan terjadi akibat kebijakan EU yang berhenti membeli minyak dari Rusia sebagai sanksi atas invasi Negeri Beruang Merah itu ke Ukraina. Hal ini memicu konversi kebutuhan minyak ke gas di negara-negara anggota EU, yang membuat permintaan gas seketika melonjak signifikan.
Padahal di saat yang sama, Rusia juga telah memastikan menghentian pasokan gas ke EU, buntut dari kebocoran pipa Nord Stream 1 yang menjadi satu-satunya infrastruktur yang diandalkan untuk mengalirkan gas dari Kremlin ke negara-negara anggota EU. Sehingga, AS menjadi satu-satunya harapan bagi EU untuk mendapatkan pasokan gas yang dibutuhkan, terlebih jelang datangnya musim dingin.
"Ini adalah risiko, dan kami sedang mengupayakan untuk mengatasi pembatasan harga (minyak dunia)," ujar Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (13/9/2022).
Menurut Yellen, AS dan negara-negara EU telah sepakat menghentikan pembelian minyak dari Rusia, dan juga melarang seluruh layanan yang memungkinkan Rusia mengirimkan minyak dengan kapal tanker.
Tak hanya itu, AS bersama negara-negara G7 telah bersepakat membatasi harga ekspor minyak dari Rusia, serta menolak asuransi, keuangan, perantara, navigasi, dan layanan lainnya untuk kargo minyak dengan harga di atas batas harga minyak mentah dan produk minyak yang belum ditentukan.
"Apa yang kami lakukan semata-mata adalah menekan pendapatan (Rusia) yang bisa mereka gunakan untuk berperang di Ukraina, sambil tetap mempertahankan (ketersediaan) pasokan minyak agar menjaga harga global tetap rendah," tegas Yellen.
Dengan mengintervensi rantai distribusi minyak global, AS berharap dapat menjaga harga dan pasokan minyak dunia tetap stabil, sehingga upaya konversi ke gas tidak berjalan semassif yang dikhawatirkan, sehingga menimbulkan ketidakseimbangan pasar. (TSA)
Penulis: Ribka Christiana