"Bank Indonesia dengan beberapa bank sentral negara lain punya kebijakan LCS. Ini satu langkah yang positif, karena dengan mendiversifikasi kebutuhan valas bukan hanya terhadap dollar, maka risiko tekanan terhadap nilai tukar rupiah bisa berkurang," ujar Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, dalam Market Review IDXChannel, Selasa (2/5/2023).
Meski tidak terdampak secara langsung, menurut Eko, potensi goyahnya perekonomian AS bakal berpengaruh terhadap devisa nagara. Hal ini lantaran pangsa pasar ekspor non migas Indonesia terbesar kedua adalah Amerika.
"Saat ini momentum yang tepat untuk memperluas kerjasama LCS, karena kita tidak melakukannya sendirian. Ada China, India dan beberapa negara lain di ASEAN yang melakukannya bersama-sama. Karena kalau hanya satu-dua negaar (yang melakukan), tentu AS juga tidak akan tinggal diam," tutur Eko.
Sebagai informasi, kebijakan LCS sendiri merupakan sebuah penyelesaian transaksi bilateral antara dua negara tidak lagi dilakukan menggunakan dolar AS sebagai mata uang global, melainkan menggunakan mata uang masing-masing negara tersebut
Settlement dari transaksinya tersebut dilakukan di dalam yurisdiksi wilayah negara masing-masing.