IDXChannel - Harga minyak dunia mengalami penurunan pada Senin (24/4) karena kekhawatiran tentang kenaikan suku bunga, ekonomi global, dan prospek permintaan bahan bakar melebihi dukungan dari prospek pengetatan pasokan dari OPEC+.
Melansir Reuters, harga minyak mentah Brent terkoreksi 75 sen atau 0,92 persen menjadi US80,91 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate AS berada di USD77,13 per barel, melorot 0,95 persen atau 74 sen.
Keduanya turun lebih dari 5 persen minggu lalu. Permintaan bensin AS tersirat turun dari tahun lalu, sehingga memicu kekhawatiran resesi.
Analis CMC Markets, Tina Teng mengatakan, data ekonomi AS yang lemah dan pendapatan perusahaan yang mengecewakan dari sektor teknologi menimbulkan kekhawatiran pertumbuhan dan penghindaran risiko di kalangan investor.
"Dolar AS yang stabil dan imbal hasil obligasi yang meningkat juga menekan pasar komoditas," dia menambahkan.
Bank-bank sentral dari Amerika Serikat hingga Inggris dan Eropa diperkirakan akan menaikkan suku bunga pada pertemuan di minggu pertama Mei. Bank sentral masih berusaha mengatasi inflasi yang sangat tinggi.
Pemulihan ekonomi China yang bergelombang pasca Covid-19 juga mengaburkan prospek permintaan minyaknya, meskipun data bea cukai China menunjukkan pada hari Jumat pekan lalu, importir minyak mentah utama dunia menghasilkan rekor volume pada Maret. Impor China dari pemasok utama Rusia dan Arab Saudi masing-masing mencapai 2 juta barel per hari (bpd).
"Saya akan mengutip data ekonomi campuran baru-baru ini dan melanjutkan intervensi bank sentral sebagai pendorong utama di balik koreksi harga baru-baru ini," kata John Driscoll, direktur JTD Energy Services.
"Namun, banyak yang mungkin melihat ini sebagai peluang dip-buying," sambungnya.
Margin penyulingan di Asia telah melemah karena rekor produksi dari penyulingan teratas China dan India, membatasi selera wilayah tersebut untuk pemuatan pasokan Timur Tengah pada Juni.
Namun demikian, analis dan pedagang tetap optimis tentang pemulihan permintaan bahan bakar China menjelang paruh kedua 2023 dan karena pemotongan pasokan tambahan yang direncanakan oleh OPEC+, yakni Organisasi Negara Pengekspor Minyak, termasuk Rusia- mulai Mei sehingga dapat memperketat pasar.
Pemulihan permintaan minyak China diharapkan lebih dari sekadar mengimbangi perlambatan permintaan OECD dalam waktu dekat, sementara sanksi dan kendala pasokan menambah risiko kenaikan harga, kata analis di National Australia Bank.
Dia memproyeksikan, minyak Brent dapat naik menjadi USD92 per barel oleh akhir kuartal kedua.
Sementara Perusahaan jasa energi Baker Hughes Co mengatakan, di Amerika Serikat, perusahaan energi minggu lalu menambahkan rig minyak dan gas alam untuk pertama kalinya dalam empat minggu.
(Penulis: Rissa Sugiarti/Magang)
(FAY)