IDXChannel – Pandemi Covid-19 menyebabkan kemacetan di sejumlah pelabuhan Asia karena menumpuknya pengiriman kontainer. Adapun kurangnya tenaga kerja pelabuhan, awak kapal, hingga pengemudi truk memperburuk rantai kapasitas.
Akibatnya, proses bongkar muat barang dagang di pelabuhan menjadi tertunda. Menurut data HIS Markit, dikutip dari riset IFG, backlog atau pesanan yang belum terlayani dan inventaris pelanggan merosot masing-masing 80 persen dan 38 persen pada Agustus 2021 dan April 2020.
Sementara data Bloomberg menunjukkan, indeks biaya pengiriman meningkat menjadi 1.800 pada akhir 2020. Padahal, pada awal tahun tersebut indeks biaya pengiriman hanya 1.000.
Biaya pengiriman jadi meningkat hingga nyaris 26 persen di AS setiap tahun. Ini menjadi kenaikan harga tahunan terbesar sejak 1988.
Ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina turut menambah kerumitan di tengah berhentinya sebagian besar produksi Ukraina serta pasokan komoditas ke Eropa dan sekitarnya.
Gangguan perubahan pola perdagangan global dan masalah geopolitik memperparah kemacetan pengiriman global khususnya kargo peti kemas. Biaya logistik menjadi meningkat sebagai dampak dari kemacetan logistik yang berlanjut.
Di samping itu, blank sailing (kapal tidak berlayar) banyak dilakukan oleh Main Line Operators (MLO) menyebabkan kapasitas kapal kontainer menjadi terbatas. Sehingga, peningkatan freight rate atau tarif angkutan laut tak terelakkan sepanjang tahun 2021.
Laporan freight rate index mengungkapkan, terjadi peningkatan tarif angkutan laut hingga 52 persen pada jalur pelayaran Intra-Asia pada periode Desember 2020-2021. Peningkatan tersebut juga terjadi pada jalur lainnya seperti Asia-Eropa dan Asia-Amerika Utara.
Sumber: Freight Rate Index, Laporan Tahunan SMDR
Meski banyak tantangan di awal pandemi, tahun 2021 menjadi tahun yang baik bagi industri pelayaran. Naiknya tarif angkutan pelayaran secara signifikan menjadi peluang yang baik bagi industri ini terutama penyedia pengapalan.
Sebagaimana dilansir dari pemberitaan media massa, PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR), perusahaan yang bergerak di bidang perkapalan dan logistik laut mengungkapkan bahwa tingginya freight rate jadi peluang untuk meningkatkan pendapatan perusahaan.
Dilansir dari laporan keuangannya, pendapatan bersih emiten ini naik 95,64 persen menjadi Rp3,63 triliun pada triwulan pertama tahun ini. Adapun laba bersihnya juga ikut melesat hingga 339,78 persen dibanding triwulan I-2021.
Selain SMDR, emiten kapal lainnya yang ikut ketiban cuan di antaranya PT Temas Tbk (TMAS) dan PT Pelita Samdera Shipping Tbk (PSSI). Pada triwulan I-2022, pendapatan bersih kedua emiten ini meningkat masing-masing 37,48 persen dan 31,49 persen.
Di perode yang sama, TMAS mampu membukukan laba bersih sebanyak 341,28 miliar yang mana meroket hingga 908,26 persen secara tahunan (year on year/yoy). Sedangkan PSSI juga mencatatkan pertumbuhan laba bersih yang melesat 286,26 persen menjadi Rp388,56 miliar di triwulan I-2022.
Selain emiten tersebut, terdapat sejumlah emiten lainnya yang menjadi pemain industri perkapalan. Adapun emiten tersebut adalah PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS), dan PT Transcoal Pacific Tbk (TCPI).
Kedua emiten tersebut bergerak di transportasi laut dan pengangkutan batu bara. Adapun emiten lain yang bergerak di sektor ini adalah PT Batulicin Nusantara Maritim Tbk (BESS) dan PT Trans Power Marine Tbk (TPMA).
Selain pengangkutan batu bara, emiten perkapalan lain juga bergerak di jasa pengiriman minyak dan gas (migas). Adapun emiten-emiten tersebut adalah PT Buana Lintas Lautan Tbk (BULL) dan PT Pelayaran Nelly Dwi Putri Tbk (NELY).