sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Gelar Aksi Korporasi di Masa Sulit, BBTN Punya Rekam Jejak Mumpuni

Market news editor Taufan Sukma/IDX Channel
21/12/2022 07:39 WIB
Saham BBTN pada dasarnya telah bergerak turun dari posisi Rp1.535 menuju Rp1.365 pada penutupan Jumat 16 Desember lalu.
Gelar Aksi Korporasi di Masa Sulit, BBTN Punya Rekam Jejak Mumpuni (foto: MNC Media)
Gelar Aksi Korporasi di Masa Sulit, BBTN Punya Rekam Jejak Mumpuni (foto: MNC Media)

IDXChannel - Harga saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) diperdagangkan naik sebesar 1,1 persen ke level 1.380 pada perdagangan Selasa (20/12/2022) lalu. Penguatan terjadi dua hari sebelum cum date, atau berakhirnya masa perdagangan saham untuk mendapatkan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) pada 22 Desember mendatang. 

Sejak awal Desember 2022 lalu, saham BBTN pada dasarnya telah bergerak turun dari posisi Rp1.535 menuju Rp1.365 pada penutupan Jumat 16 Desember lalu. Saham bank spesialis pembiayaan properti ini telah terkoreksi 11,07 persen dalam 12 hari perdagangan bursa.

Tren penurunan tersebut sempat membuat kalangan investor khawatir, apakah aksi korporasi rights issue yang bakal digelar BBTN layak untuk diikuti.

Analis Jasa Utama Capital, Cheryl Tanuwijaya, menilai bahwa rights issue BBTN bakal tetap menarik untuk diikuti karena harganya cukup murah. Menurutnya, dengan posisi saham BBTN saat ini, risiko untuk penurunan harga jauh lebih rendah dibandingkan potensi kenaikannya.

“Sebenarnya anomali ketika saham BBTN terkoreksi menjelang cum date rights issue. Namun, begitulah market, bisa bergerak di luar kebiasaan dan prediksi banyak analis. Rights issue BBTN kali ini bakal sukses karena mereka punya rekam jejak positif dalam melakukan aksi korporasi,” ujar Cheryl.

Menurut Cheryl, BBTN memiliki rekam jejak cukup bagus dengan pernah sukses melakukan dua aksi korporasi terkait saham, yaitu Initial Public Offering (IPO) pada 2009 dengan meraup dana Rp1,88 triliun dan rights issue pertama pada 2012 dengan nilai Rp1,87 triliun.

Kedua aksi korporasi tersebut, disebut Cheryl, dilakukan pada kondisi ekonomi yang relatif dalam tekanan. Namun faktanya BBTN mampu melaluinya dengan baik, serta berhasil meraup hasil yang maksimal.

“IPO BTN digelar 2009 ketika dunia sedang gonjang ganjing krisis subprime mortgage di Amerika. Bayangkan, ini adalah krisis yang bermula dari kredit properti dan efeknya menjalar ke banyak negara. Namun, seperti kita tahu, IPO BTN tetap sukses terlaksana,” tutur Cheryl.

Begitu pula saat menggelar rights issue pertama pada 2012. Aksi korporasi dilakukan di saat The Fed mulai menghentikan stimulus ekonomi yang digelontorkan untuk memulihkan ekonomi akibat krisis 2008. Situasi yang dikenal dengan taper tantrum itu membuat likuiditas dolar di sejumlah negara berkembang tiba tiba mengering. Namun, rights issue BBTN juga tetap sukses.   

Bahkan, kata Cheryl, valuasi dalam dua aksi korporasi sebelumnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rights issue tahun ini. Pada 2009, BBTN menggelar IPO dengan melepas 2,36 miliar saham baru dengan harga saham perdana Rp800. Nilai itu setara dengan 1,5x price to book value (PBV) BBTN sebelum IPO. 

Price to book value (PBV) adalah rasio yang digunakan untuk membandingkan harga saham terhadap nilai buku perusahaan. Rasio price to book value yang lebih kecil dari 1 dapat mengindikasikan saham perusahaan adalah murah karena masih lebih rendah dari nilai buku, begitu pula sebaliknya.

Pada 2012, BBTN menggelar rights issue dengan melepas 1,51 miliar saham baru  dengan harga pelaksanaan Rp1.235 atau setara dengan 1,3x PBV. Kala itu nilai buku per saham BBTN sebelum rights issue di sekitar Rp920.

Setelah 10 tahun berlalu, nilai buku per saham BBTN saat ini menembus Rp2.039. Dengan harga pelaksanaan rights issue Rp1.200 maka itu setara dengan 0,58x PBV. Secara nominal, harga pelaksanaan RI pada 10 tahun lalu juga lebih tinggi dibandingkan harga RI tahun ini.

“Artinya ini kesempatan bagi investor untuk mendapatkan saham BBTN dengan harga lebih rendah dibandingkan pemegang saham lama BBTN. Ini hal yang langka terjadi di emiten bank besar,” tukas Cheryl.

Faktor lainnya, adalah valuasi saham induk BBTN juga masih lebih murah dengan bank lainnya. Saat ini harga saham BBTN diperdagangkan pada 0,67x PBV. Bandingkan dengan BBCA di sekitar 5x PBV, BBRI di 2,54x dan BMRI di 2,22x PBV.

Bila kembali ke 1x PBV maka hal itu mencerminkan kenaikan saham BBTN sekitar 49% dibandingkan harga akhir pekan lalu. “Tidak muluk-muluk harga saham BBTN bisa kembali ke 1x PBV bahkan lebih,” ujarnya.

Secara fundamental, kinerja BBTN juga diprediksi tumbuh solid pada tahun depan yang didukung oleh permodalan yang kuat dan likuiditas yang melimpah, termasuk dana murah. Sejumlah sekuritas memberikan prediksi positif untuk kinerja BTN pada tahun depan, pasca rights issue.

Salah satunya merupakan riset Kiwoom Sekuritas Indonesia yang menyatakan aksi korporasi rights issue yang akan dilakukan oleh BBTN akan menopang kinerja pada tahun depan.

“Kami melihat ini bisa meningkatkan capital adequacy ratio (CAR) BBTN,” tulis riset Kiwoom.

Kiwoom juga menyoroti perbaikan struktur dana BBTN yang berdampak pada penurunan biaya dana. Hingga akhir September 2022, BBTN menghimpun dana tabungan dan giro (current account saving account/CASA) sebesar Rp143,59 triliun, naik 18,7% dibandingkan setahun sebelumnya.

Hal ini mendorong komposisi CASA di antara DPK dan wholesale funding naik menjadi 40,68 persen, sementara setahun sebelumnya di 36,3 persen. Sebaliknya porsi deposito turun menjadi 47,35 persen dari setahun sebelumnya 51,16 persen. Begitu pula wholesale funding turun menjadi 11,37 persen dari sebelumnya 12,49 persen.

“Pendanaan dari CASA akan terus bertambah sehingga BBTN bisa menekan biaya dana dan meningkatkan NIM,” tulis riset tersebut.

Kiwoom memproyeksikan BBTN akan meraih pendapatan bunga sebesar Rp28,8 triliun untuk kinerja 2022, meningkat 12 persen secara year on year. Kiwoom pun percaya pendapatan bunga BBTN akan tetap tumbuh sekitar 10 persen menjadi Rp31,6 triliun pada 2023 mendatang.

“Selain itu, kami memproyeksi laba bersih BBTN Rp3 triliun pada 2022, meningkat 26 persen secara yoy dengan asumsi return on equity (ROE) sebesar 13 persen,” ujar Kiwoom dalam risetnya yang dirilis pekan lalu. Kiwoom pun memprediksi laba bersih BBTN pada 2023 menembus Rp3,5 triliun, naik 15 persen secara yoy dengan rasio ROE sebesar 11 persen.

Dengan optimisme terhadap kinerja BBTN di akhir tahun ini dan proyeksi pertumbuhan bisnis 2023, Kiwoom memberikan rekomendasi overweight untuk saham BBTN dengan target harga Rp2.030. Target harga tersebut merefleksikan price to earning ratio (PER) di angka 7,2x dan price to book value (PBV) 0,9x pada 2022.

Kiwoom memprediksi PER BBTN akan naik menjadi 8,9x dan PBV naik menjadi 1x di tahun 2023. Selain itu, Kiwoom memprediksi dividend yield BBTN akan berada di 2,8 persen untuk kinerja 2022 dan 3,4 persen di 2023.

BTN akan menggelar rights issue dengan melepas 3,44 miliar saham baru atau setara 24,54 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Dengan harga pelaksanaan Rp1.200 maka BTN berpeluang meraih tambahan modal Rp4,13 triliun. Pemerintah Indonesia sebagai pemegang saham pengendali akan melaksanakan seluruh haknya dengan menyuntikan tambahan penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp2,48 triliun.

Pemegang 100 juta saham lama yang namanya tercatat dalam dafar pemegang saham (DPS) perseroan pada tanggal terakhir pencatatan (recording date) pada pukul 16.00 WIB berhak atas 32.525.443 (Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu) HMETD. Setiap 1 HMETD berhak untuk ditukar menjadi 1 saham  baru dengan harga Rp1.200

Adapun jadwal pelaksanaan rights issue BBTN adalah sebagai berikut.
- Cum-right di pasar reguler & negosiasi: 22 Desember 2022
- Cum-right di pasar tunai: 26 Desember 2022
- Recording date: 26 Desember 2022
- Masa Pelaksanaan HMETD: 28 Desember 2022 - 5 Januari 2023
- Masa Perdagangan HMETD: 28 Desember 2022 - 5 Januari 2023

(TSA)

Halaman : 1 2 3 4 5 6
Advertisement
Advertisement