Paul Joules, analis komoditas di Rabobank mengatakan, meskipun perusahaan-perusahaan coklat besar sudah melakukan lindung nilai (hedging) dengan baik pada tahun lalu dan tidak harus langsung membebankan harga tinggi kepada konsumen, hanya ada sedikit hal yang bisa dilakukan industri ini untuk menyerap biaya.
“Dunia sedang menghadapi defisit pasokan kakao terbesar dalam lebih dari 60 tahun dan konsumen mungkin mulai merasakan dampaknya pada akhir tahun ini atau awal tahun 2025,” kata Joules kepada CNBC International (26/3).
Organisasi Kakao Internasional memperkirakan defisit pasokan kakao akan mencapai sebesar 374 ribu ton untuk musim 2023-24, meningkat 405 persen dari defisit 74 ribu ton pada musim sebelumnya.
“Hal terburuk masih akan terjadi. Harga kakao kemungkinan akan tetap tinggi untuk beberapa waktu karena tidak ada solusi yang mudah untuk mengatasi masalah sistemik yang dihadapi pasar,” imbuh Joules. (ADF)