IDXChannel – Saham emiten batu bara masih memiliki potensi di tahun 2023, kendati harga komoditas diproyeksikan bakal melandai setelah meroket sepanjang tahun ini.
Menurut data Tradingeconomics, dalam kurun setahun belakangan, harga batu bara sudah melambung hingga 145,83 persen. Sementara harga komoditas untuk kontrak Desember 2022 per Selasa (13/12) mencapai USD404,50/ton. (Lihat grafik di bawah ini.)

Melejitnya harga batu bara di tahun 2022 tentunya menjadi ladang cuan bagi pemain batu bara, tak terkecuali emiten mid cap di sektor ini.
Informasi saja, emiten mid cap adalah emiten dengan kapitalisasi pasar (market cap) menengah yang berkisar di Rp20 triliun hingga Rp60 triliun.
Adapun emiten batu bara di kelas menengah salah satunya adalah PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang memiliki market capsebesar Rp62,38 triliun.
Sepanjang tahun 2022, emiten batu bara milik Grup Bakrie ini telah meraup cuan dari melesatnya harga komoditas.
Melansir laporan keuangan emiten, BUMI berhasil mencatatkan laba bersih yang meroket hingga 473,77 persen secara year on year (yoy) selama 9 bulan 2022.
Adapun laba bersih yang dibukukan hingga kuartal III-2022 mencapai USD365,49 juta atau senilai Rp5,57 triliun (dengan asumsi kurs Rp15.247/USD).
Selain itu, pendapatan bersih BUMI juga melesat hingga 109,37 persen secara tahunan sebesar USD1,39 miliar atau setara dengan Rp21,27 triliun.
Tak hanya kinerja keuangannya yang melesat, BUMI juga mencatatkan harga saham yang terkerek sepanjang 2022.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 11.53 WIB, Rabu (14/12), harga saham BUMI secara year to date (YTD) melejit hingga 161,19 persen.
Selain BUMI, emiten mid cap lainnya yang ikut ‘ketiban cuan’ dari melambungnya harga batu bara adalah PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
Berdasarkan laporan keuangan emiten, pendapatan bersih ITMG melesat hingga 97,71 persen menjadi USD2,62 miliar atau Rp39,89 triliun di periode ini. Sedangkan laba bersih yang dibukukan mencapai USD893,81 juta (Rp13,63 triliun) atau melesat hingga 229,21 persen.
Bernasib sama, PTBA juga membukukan laba bersih yang melesat hingga 109,76 persen menjadi Rp10 triliun hingga 9 bulan 2022. Sementara pendapatan bersih yang dibukukan mencapai Rp31,07 triliun atau melambung hingga 60,31 persen secara yoy.
Adapun saham kedua emiten ini juga terkerek sepanjang 2022. Menurut BEI, pada sesi I, Rabu (14/12), harga saham PTBA dan ITMG masing-masing melesat sebesar 39,85 persen dan 99,02 persen secara YTD.
Sektor Batu Bara Masih Menarik di 2023
Kendati harga komoditas batu bara memanas di tahun 2022, di tahun mendatang harga batu bara diperkirakan bakal melandai.
Menurut riset Mirae Asset Sekuritas bertajuk Coal 2023F Outlook: Turning cold”, yang dirilis pada Senin (5/12),harga batu bara pada 2023 diproyeksikan akan turun didorong oleh produksi batu bara domestik yang lebih tinggi di China dan India hingga tren energi terbarukan yang berpotensi menyebabkan turunnya permintaan komoditas.
“Oleh karena itu, kami perkirakan harga batu bara global akan berada pada USD280 per ton atau terkotraksi hingga 12,5 persen yoy di tahun 2023 mendatang,” tulis Mirae Asset.
Selain itu, Mirae Asset juga menyebutkan, turunnya harga komoditas di tahun depan juga dapat berpotensi melemahkan kinerja saham emiten di sektor ini.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Mirae Asset menurukan ratingnya untuk sektor batu bara dari yang semula overweight menjadi netral.
Berbeda dengan riset Mirae Asset Sekuritas, BRI Danareksa Sekuritas masih bersikap optimistis terhadap sektor ini dengan memberikan rating overweight bagi industri batu bara.
Menurut riset yang dipublikasikan BRI Danareksa Sekuritas pada Kamis (1/12) bertajuk “Coal Mining Still Attractive”, harga batu bara kembali terdongkrak berkat musim dingin dan persediaan yang rendah di China.
“Kami percaya bahwa harga batu bara juga akan didorong oleh peralihan bahan baku ke batu bara dari LNG karena cuaca dingin menyebabkan tidak terpenuhinya permintaan LNG sehingga beralih ke batu bara,” tulis riset tersebut.
Riset tersebut juga menyebutkan, pelonggaran lock down di China yang semakin meluas dapat berdampak bagi harga dan permintaan batu bara kedepannya.
“Dengan latar belakang ini, kami perkirakan harga batu bara akan solid di tahun 2023, menjadi USD200/ton dari perkiraan kami sebelumnya, yaitu USD170/ton,” tulis riset BRI Danareksa Sekuritas.
Periset: Melati Kristina
(ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.