sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Harga Minyak Naik Hampir 3 Persen, Pasar Waspadai Konflik Timur Tengah dan Peran AS

Market news editor TIM RISET IDX CHANNEL
20/06/2025 07:06 WIB
Harga minyak mentah melonjak hampir 3 persen pada Kamis (19/6/2025) seiring memanasnya perang udara antara Israel dan Iran.
Harga Minyak Naik Hampir 3 Persen, Pasar Waspadai Konflik Timur Tengah dan Peran AS. (Foto: Freepik)
Harga Minyak Naik Hampir 3 Persen, Pasar Waspadai Konflik Timur Tengah dan Peran AS. (Foto: Freepik)

IDXChannel - Harga minyak mentah melonjak hampir 3 persen pada Kamis (19/6/2025) seiring memanasnya perang udara antara Israel dan Iran yang telah berlangsung sepekan, serta ketidakpastian soal potensi keterlibatan Amerika Serikat (AS) yang membuat investor tetap waspada.

Kontrak berjangka (futures) minyak Brent ditutup naik 2,8 persen ke USD78,85 per barel—penutupan tertinggi sejak 22 Januari. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli menguat 2,7 persen menjadi USD77,20 per barel.

Volume perdagangan cenderung tipis pada Kamis karena libur nasional di AS.

Israel melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran pada hari yang sama. Sebagai balasan, Iran menembakkan rudal dan drone ke wilayah Israel setelah sebelumnya menyerang sebuah rumah sakit di negara tersebut.

Belum ada tanda-tanda deeskalasi. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan para “tiran” di Teheran akan membayar “harga penuh,” sementara Iran memperingatkan akan adanya konsekuensi bila “pihak ketiga” ikut campur dalam konflik ini.

Gedung Putih mengatakan pada Kamis bahwa Presiden AS Donald Trump akan memutuskan dalam dua pekan ke depan apakah Negeri Paman Sam akan ikut terlibat dalam konflik Israel-Iran.

Prospek inilah yang mendorong harga minyak terus naik, menurut analis dan pendiri Commodity Context Rory Johnston. “Konsensus pasar mulai terbentuk bahwa AS akan terlibat dalam satu dan lain cara,” ujarnya, dikutip Reuters.

Iran adalah produsen minyak terbesar ketiga di antara negara anggota OPEC, dengan produksi sekitar 3,3 juta barel minyak mentah per hari. Sekitar 18 juta hingga 21 juta barel per hari minyak dan produk turunannya melintasi Selat Hormuz di pesisir selatan Iran, sehingga kekhawatiran akan terganggunya arus perdagangan kian meluas.

Analis RBC Capital Helima Croft berpendapat, risiko gangguan besar terhadap pasokan energi bisa meningkat jika Iran merasa terancam secara eksistensial. Keterlibatan AS dalam konflik ini bisa memicu serangan langsung terhadap kapal tanker dan infrastruktur energi.

JP Morgan menyebut dalam skenario ekstrem, jika konflik melebar ke kawasan dan Selat Hormuz ditutup, harga minyak bisa melonjak ke USD120 hingga USD130 per barel.

Sementara itu, Goldman Sachs pada Rabu menyatakan bahwa premi risiko geopolitik sekitar USD10 per barel dinilai wajar, mengingat berkurangnya pasokan dari Iran dan potensi gangguan yang lebih luas yang bisa mendorong Brent di atas USD90.

Bahkan jika ketegangan Timur Tengah mereda dalam beberapa hari ke depan, harga minyak diperkirakan tidak kembali ke kisaran rendah USD60 seperti sebulan lalu, kata analis senior Price Futures Group, Phil Flynn. “Saya pikir konflik ini membuat pasar keluar dari zona nyamannya,” ujar Flynn. “Selama ini pasar terlalu meremehkan risiko geopolitik.”

Namun, DBRS Morningstar dalam catatannya Kamis menyebut lonjakan harga minyak kemungkinan hanya bersifat sementara. Kenaikan harga minyak akan memperburuk tekanan terhadap ekonomi global yang sudah terdampak tarif, sehingga jika konflik mereda, premi perang akan menguap dan harga akan kembali turun.

Sementara itu, pejabat tinggi energi Rusia menyatakan OPEC+ sebaiknya tetap melanjutkan rencana peningkatan produksi, mengingat permintaan yang meningkat di musim panas. Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan dalam forum ekonomi di St. Petersburg bahwa OPEC+ perlu mengeksekusi rencananya dengan tenang dan tidak menakuti pasar dengan proyeksi yang berlebihan. (Aldo Fernando)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement