Sementara itu, mengutip Reuters, investor turut mencermati dampak dari tarif baru Presiden AS Donald Trump terhadap perekonomian regional.
Indeks dolar AS sedikit pulih pada Senin setelah anjlok lebih dari 1 persen pada Jumat lalu, menyusul pengumuman tarif besar-besaran dari Trump dan laporan ketenagakerjaan AS yang mengecewakan. Kondisi ini memicu ekspektasi pemangkasan suku bunga yang lebih agresif oleh Federal Reserve (The Fed) pada September.
“Data pekerjaan yang lemah telah menggagalkan narasi ‘eksepsionalisme AS’ yang sebelumnya mendukung dolar,” ujar ahli strategi valas di OCBC, Christopher Wong.
Ia menambahkan bahwa data ISM sektor jasa dan klaim pengangguran yang akan dirilis pekan ini akan sangat menentukan apakah The Fed akan bertindak lebih agresif untuk menopang ekonomi.
Langkah Trump menaikkan tarif turut menghantam negara-negara Asia, dengan besaran antara 15 persen hingga 40 persen. India menghadapi tarif tertinggi di antara negara-negara besar Asia, yakni 25 persen, sementara Korea Selatan berhasil menegosiasikan tarif menjadi 15 persen setelah pembicaraan intensif.