sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

IMF Akui Ancaman Resesi Global Tak Dapat Lagi Dikesampingkan

Market news editor Taufan Sukma/IDX Channel
07/07/2022 08:29 WIB
sejumlah risiko internasional terpantau meningkat, sehingga ancaman terjadinya resesi global tidak lagi bisa dikesampingkan.
IMF Akui Ancaman Resesi Global Tak Dapat Lagi Dikesampingkan (foto: MNC Media)
IMF Akui Ancaman Resesi Global Tak Dapat Lagi Dikesampingkan (foto: MNC Media)

IDXChannel - Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) mengakui kondisi perekonomian global sejak April 2022 telah memasuki fase yang cukup suram secara signifikan. Dalam kondisi tersebut, sejumlah risiko internasional terpantau meningkat, sehingga ancaman terjadinya resesi global tidak lagi bisa dikesampingkan.

Sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (6/7/2022), Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, menyatakan bahwa pihaknya dalam beberapa minggu ke depan bakal merilis perkiraan 2022 untuk pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,6 persen. Hal itu merupakan yang ketiga kalinya terjadi pada tahun ini.

"Para ekonom kami (IMF) masih sedang menyelesaikan beberapa angka baru," ujar Georgieva, dalam pernyataan tersebut.

Rilis perkiraan tersebut diperkirakan bakal diterbitkan sekitar akhir Juli 2022, dan akan berisi perkiraan terbaru terkait kondisi perekonomian global di 2022 dan 2023. Rilis ini layak ditunggu, usai pada April lalu IMF telah memangkas perkiraannya hampir satu poin penuh untuk proyeksi tahun ini.

Sejumlah pihak memperkirakan rilis IMF nantinya bakal lebih banyak mengulas tentang penyebaran inflasi yang lebih universal, kenaikan suku bunga yang lebih substansial, tren perlambatan pertumbuhan ekonomi di China serta terus meningkatnya sanksi terkait perang Rusia di Ukraina.

"Kami berada di perairan yang sangat berombak. Risikonya telah meningkat, sehingga kami tidak lagi dapat mengesampingkannya (potensi terjadinya resesi global," tutur Georgieva.

Data ekonomi terbaru menunjukkan beberapa kekuatan ekonomi besar dunia, termasuk China dan Rusia, telah mengalami kontraksi pada triwulan II/2022. Bahkan, catatan risiko diproyeksikan bahkan bakal meningkat lebih tinggi lagi pada 2023 mendatang.

"(Tahun 2022) Ini akan menjadi tahun yang sulit, namun bahkan mungkin akan lebih sulit lagi di 2023 mendatang. (Potensi terjadinya resesi) Meningkat," ungkap Georgieva.

Sebelumnya, Ketua Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell, pada bulan lalu menyatakan bahwa pihaknya tidak sedang mencoba untuk merekayasa resesi, melainkan berkomitmen penuh untuk menjaga stabilitas harga, meski dengan risiko menurunnya aktivitas ekonomi.

Langkah yang diambil The Fed itu pun dipahami betul oleh Georgieva, di mana kebijakan pengetatan kondisi keuangan yang lebih lama bakal membuat prospek ekonomi global jauh lebih rumit. Namun tetap saja hal itu penting dilakukan demi mengendalikan lonjakan harga kebutuhan pokok agar tetap terjangkau oleh masyarakat.

"Prospek (ekonomi) global saat ini heterogen dan kompleks dibanding kondisi dua tahun lalu, dengan eksportir energi, termasuk Amerika Serikat, pada pijakan yang lebih baik, sementara importir sedang kesulitan," tukas Georgieva.

Ditekankannya, risiko melambatnya pertumbuhan ekonomi saat ini tak terhindarkan lagi harus diambil sebagai 'harga yang harus dibayar' demi memulihkan stabilitas harga di pasar.

"Peningkatan risiko divergensi antara kebijakan fiskal dan moneter bagaimana pun harus dihadapi. Negara-negara harus berhati-hati dalam mengkalibrasi tindakannya, untuk mencegah kemungkinan dukungan fiskal yang merusak upaya bank sentral dalam mengendalikan inflasi," tegas Georgieva. (TSA)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement