IDXChannel – Saham emiten nikel mengalami tekanan jual yang besar akhir-akhir ini di tengah penurunan harga nikel dan sejumlah sentimen lainnya. Dalam sebulan belakangan, saham emiten tersebut cenderung turun tajam hingga kisaran 20 persen.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), per pukul 10.09 WIB, saham PT PAM Mineral Tbk (NICL) anjlok 5,98 persen ke Rp220 per saham. Dalam sebulan, saham NICL terjun hingga minus 28,10 persen.
Demikian pula saham PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) melemah 4,08 persen ke Rp3.070 per saham.
Sempat menembus Rp4.950 per saham di awal tahun ini, saham MDKA sudah turun tajam 26,20 persen dalam sebulan.
Setali tiga uang, saham PT Harum Energy Tbk (HRUM) juga anjlok 20,45 persen dalam sebulan belakangan. Kemudian saham NIKL -18,60 persen dan saham anak baru dari Grup Harita NKCL anjlok 17,62 persen ke posisi Rp1.070 per saham dalam periode tersebut.
Adapun, saham anak usaha MDKA, MBMA turun tipis 0,63 persen di bawah harga penawaran perdana (IPO) Rp795 per saham.
Asal tahu saja, saham NCKL melantai pada 12 April 2023 dengan harga penawaran Rp1.250 per saham dan MBMA pada 18 April 2023.
Saham lainnya, seperti INCO juga terkoreksi 0,78 persen dalam sebulan, ANTM melorot 8,06 persen, dan TINS minus 4,95 persen dalam periode tersebut.
Kelebihan Pasokan
Harga nikel sendiri turun 18 persen dalam sebulan belakangan ke posisi USD20.182 per ton per Kamis (18/5).
Mengutip Reuters (28/4), pasar nikel menghadapi kelebihan pasokan besar-besaran tahun ini seiring lonjakan produksi Indonesia yang terus melampaui permintaan global.
Kelompok Studi Nikel Internasional (INSG) memperkirakan, surplus pasokan-permintaan sebesar 239.000 ton, terbesar dalam setidaknya satu dekade dan peningkatan yang signifikan dari kelebihan tahun lalu sebesar 105.000 ton.
Ini juga merupakan peningkatan dari penilaian terakhir INSG pada Oktober lalu, ketika mengharapkan surplus sebesar 171.000 ton untuk tahun ini.
Ekspektasi permintaan telah melemah, meskipun penggunaan nikel diproyeksi akan mencatat pertumbuhan sebesar 6,1% pada tahun 2023.
INSG memperkirakan penggunaan nikel global naik 6,3% tahun lalu dan memperkirakan akan hampir menyamai tingkat itu tahun ini.
Ini adalah kinerja yang positif mengingat baja tahan karat (stainless steel) masih merupakan penyumbang terbesar dari penggunaan nikel dan produksi paduan tersebut turun 5,2% tahun lalu.
Produksi pabrik peleburan stainless turun di mana-mana, bahkan di China, produsen terbesar dunia, yang mencatat penurunan 2% secara tahunan (yoy).
Produksi China mulai pulih pada kuartal IV 2022 seiring negara itu keluar dari pembatasan nol-Covid. Namun, dampak positif tersebut diimbangi oleh penurunan tajam dalam run-rate Eropa dan AS, sejalan dengan aktivitas ekonomi yang melambat.
Karena itu, INSG hanya mengharapkan "pertumbuhan ringan" di sektor stainless tahun ini.
Permintaan nikel dari sektor baterai kendaraan listrik (EV) menjadi penambal lesunya sektor stainless steel.
Meskipun penjualan di China melemah setelah pencabutan subsidi dan peralihan ke bahan kimia non-nikel, kecepatan dan skala peralihan global ke EV menunjukkan bahwa baterai adalah pendorong utama meningkatnya permintaan nikel.
Sebanyak 17.137 ton nikel digunakan untuk produksi baterai EV pada Februari, menurut data Adamas Intelligence. Angka itu naik 19% secara bulanan (mom) dan 47% naik pada Februari tahun lalu.