Pada saat yang sama, perseroan berhasil menekan biaya dana yang tercatat Rp257,5 miliar pada 2021, turun 17,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Menariknya, penurunan biaya dana ini terjadi ketika DPK tumbuh sebesar 18,6 persen menjadi Rp7,88 triliun pada 2021 dibandingkan dengan Rp6,64 triliun pada 2020. Pertumbuhan DPK BJB Syariah kembali melampaui industri perbankan syariah yang tercatat tumbuh 15,3 persen selama 2021.
Penurunan biaya dana dipengaruhi oleh faktor peningkatan dana murah (current account saving account/CASA) yang tumbuh pesat selama 2021. Porsi CASA terhadap total DPK meningkat, dari 28,1 persen pada 2020 menjadi 34,9 persen pada 2021. Sebaliknya porsi deposito terhadap DPK menyusut dari 71,9 persen menjadi 65,1 persen.
“Kenaikan DPK setidaknya menunjukkan dua hal. Pertama, tingkat kepercayaan publik yang semakin baik sehingga semakin banyak nasabah yang mengamanahkan dananya untuk dikelola BJBS. Kedua, likuiditas kami sangat mencukupi untuk menopang rencana bisnis kami ke depan,” ujar Indra.
Pada akhir 2021, perseroan mencatatkan total aset sebesar Rp 10,36 triliun, meningkat 16,6 persen, dibandingkan dengan 2020 yang tercatat Rp8,88 triliun. Rasio intermediasi atau financing to deposits ratio (FDR) BJB Syariah pada akhir 2021 tercatat 81,55 persen dan capital adequacy ratio (CAR) tercatat 23,47 persen. “Dengan kinerja positif selama 2021, kami optimistis menyambut tahun-tahun mendatang. Kami kembali masuk ke jalur cepat dalam pertumbuhan bisnis dan profitabilitas,” ujar Indra Falatehan. (TSA)