Asal tahu saja, emiten yang bergerak di bidang pengolahan makanan beku berbasis udang tersebut dikoleksi oleh Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo. Pada tahun 2021, Kaesang membeli 8 persen saham PMMP, melalui perusahaannya yaitu PT Harapan Bangsa Kita.
Adapun saat ini, kapitalisasi pasar atau market cap dari PMMP mencapai Rp903,55 miliar.
Selain kedua emiten di atas, emiten lain dengan valuasi murah namun harga sahamnya tetap undervalue adalah PT Satyamitra Kemas Lestari Tbk (SMKL).
Melansir data BEI, harga saham SMKL pada penutupan Rabu (12/10) berada di level Rp280/saham. Emiten pengemasan karton tersebut resmi melantai di bursa sejak 11 Juli 2019 dengan harga Initial Public Offering (IPO) sebesar Rp193/saham. (Lihat grafik di bawah ini.)
Sejak melantai di bursa, saham SMKL kerap berada di level Rp200-an/saham. Walaupun memang, emiten ini pernah mencapai harga tertingginya di level Rp545/saham pada 20 Desember 2021 dan 3 Januari 2022.
Rasio PER emiten ini sebesar 8,15 kali sedangkan PBVnya mencapai 1,10 kali. Adapun kapitalisasi pasar emiten ini mencapai Rp970,74 miliar.
Kinerja Saham Merosot Saat Keuangan Melesat
Selain mencatatkan kinerja saham yang di bawah harga wajar dalam kurun waktu lama, emiten dengan saham undervalue di atas juga memiliki kinerja saham secara year to date (YTD) yang anjlok.
PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD), misalnya, terkontraksi paling dalam.
Melansir data BEI pada Rabu (12/10), harga saham WOOD sepanjang 2022 ambles hingga minus 44,52 persen.
Meski kinerja sahamnya ambruk, di sisi lain keuangan emiten mebel ini malah mencatatkan kinerja terbaik dibanding emiten dengan saham undervalue lainnya.
Dilansir dari laporan keuangan emiten di semester I-2022, pendapatan bersih WOOD melonjak hingga 46,51 persen secara year on year (yoy). Sementara laba bersihnya juga melesat hingga 36,75 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Adapun pada semester I-2022 WOOD memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp3,13 triliun sedangkan laba bersih yang dibukukan mencapai Rp299,89 miliar.
Melesatnya pendapatan bersih WOOD di semester ini ditopang oleh melonjaknya berbagai segmen pendapatan secara signifikan. Sementara pendapatan dari sektor kehutanan meroket hingga 951,80 persen menjadi Rp83,39 miliar di semester I-2022 dari Rp7,93 miliar di semester I-2021.
Sedangkan pendapatan dari sektor lokal juga mencatatkan pertumbuhan yang melesat. Di segmen ini, pendapatan dari furnitur knock down (bongkar pasang) melesat hingga 133,78 persen sedangkan building component naik hingga 81,07 persen.
Adapun baik segmen furnitur knock down maupun building component masing-masing menyumbang pendapatan bersih sebesar Rp6,11 miliar dan Rp31,74 miliar.
Selain ketiga segmen tersebut, ekspor dari building component juga menyumbang pendapatan bersih sebesar Rp2,15 triliun atau tumbuh hingga 84,51 persen secara yoy.
Tak hanya WOOD, emiten yang sahamnya undervalue lainnya juga mencatatkan kinerja keuangan yang apik meskipun sahamnya merosot berjamaah sepanjang 2022.
SMKL misalnya, yang sahamnya secara YTD anjlok paling dalam tetapi kinerja keuangannya masih tumbuh. Menurut data BEI pada Rabu (13/10), harga saham SMKL anjlok hingga minus 46,15 persen secara YTD.
Sementara pendapatan bersih maupun laba bersih emiten masih tumbuh positif masing-masing 17,47 persen dan 45,66 persen. Adapun pendapatan bersih yang dicatatkan di semester I-2022 sebesar Rp1,13 triliun, sedangkan laba bersihnya sebesar Rp59,57 miliar. (Lihat tabel di bawah ini.)
Menyusul SMKL, PMMP dan HRTA juga mencatatkan kinerja keuangan yang melesat. Dari segi pertumbuhan pendapatan bersih maupun laba bersih, HRTA lebih unggul.
Pendapatan bersih HRTA melesat hingga 31,18 persen menjadi Rp3,22 triliun di semester I-2022. Sementara laba bersih yang dibukukan sebesar Rp133,24 miliar atau tumbuh 40,66 persen.