sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Lima Saham Murah yang Belum ke Mana-Mana, Value Trap?

Market news editor Melati Kristina - Riset
17/10/2022 06:30 WIB
Saham dengan valuasi murah menarik untuk dikoleksi, akan tetapi investor perlu memilih dengan cermat supaya tidak terjebak dalam value trap.
Lima Saham Murah yang Belum ke Mana-Mana, Value Trap? (Foto: MNC Media)
Lima Saham Murah yang Belum ke Mana-Mana, Value Trap? (Foto: MNC Media)

IDXChannel –Berinvestasi di saham bervaluasi murah dengan fundamental yang baik dan prospek yang cerah di masa depan bisa mendatangkan ‘cuan’. Namun, investor perlu memilih dengan cermat supaya tidak terjebak dalam value trap.

Dalam berinvestasi di saham, terdapat strategi value investing, yakni membeli saham dengan harga murah dengan harapan akan melonjak di waktu medatang sehingga mendatangkan keuntungan yang besar.

Warren Buffett, salah satu orang terkaya di dunia yang sumber kekayaannya berasal dari investasi saham, juga menerapkan strategi ini. Sementara di Indonesia, salah satu investor ternama yang turut menerapkan strategi value investing adalah Lo Kheng Hong.

Asal tahu saja, Warren Buffett dikenal karena menerapkan value investing ketika mengambil alih Berkshire Hathaway (BRK) pada tahun 1964 yang pada saat itu kinerjanya sedang ambruk. Di tahun itu, Warren Buffet membeli saham perusahaan tekstil tersebut seharga USD12,37/saham.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, saham BRK, yang kemudian menjadi kendaraan investasi Buffett, semakin bertumbuh, bahkan saat ini harganya mencapai USD399.251/saham.

Sama seperti Warren Buffett, Lo Kheng Hong juga gemar mengoleksi saham dengan harga murah tapi memiliki potensi untuk tumbuh.

Adapun pria yang disapa Pak Lo tersebut kerap menyebutkan jargon ‘Mercy (Marcedez Benz) yang dijual di harga bajaj’ untuk menganalogikan saham yang harganya jauh lebih rendah dibanding valuasi wajarnya.

Dengan demikian, berinvestasi dengan strategi value investing berarti membeli saham di bawah harga wajar atau saham undervalue yang kemudian dijual di harga wajarnya.

Meskipun mendatangkan ‘cuan’ yang besar, investor perlu mencermati emiten yang memiliki saham undervalue berdasarkan kinerja perusahaan termasuk laporan keuangannya.

Dalam berinvestasi dengan strategi value investing, para investor perlu menganalisa kondisi fundamental perusahaan dengan mengamati pergerakan saham hingga prospek perusahaan ke depan.

Jika perusahaan dengan saham undervalue tersebut memiliki kinerja yang baik maka harga yang terbentuk di pasar akan mengikuti nilai perusahaan tersebut. Kendati strategi ini menguntungkan, investor perlu berhati-hati terhadap value trap.

Informasi saja, value trap merupakan saham yang memiliki harga murah karena rendahnya valuasi saham emiten dalam kurun waktu yang lama.

Saham emiten yang terkena value trap seringkali sedang mengalami kesulitan keuangan dan punya potensi pertumbuhan yang mini. Pada gilirannya, harganya tidak kemana-mana.

Dalam menghitung valuasi suatu saham dapat dilihat dari price to earnings ratio (PER) maupun price to book value (PBV). Rasio PER merupakan perbandingan harga saham dengan laba per saham, sedangkan PBV digunakan sebagai pembanding harga saham dengan nilai buku per sahamnya.

Bila suatu saham memiliki rasio PER di bawah 10 kali atau rasio PBVnya di bawah 1 kali, maka dapat dikatakan valuasinya dianggap murah. Selain itu, angka PER maupun PBV yang lebih rendah dibanding rasio industrinya bisa menandakan saham tersebut lebih murah.

Dengan nilai PER dan PBV yang murah, investor sering kali terjebak dalam value trap karena hanya melihat dari sisi valuasi yang dianggap murah.Padahal, kinerja perusahaan hingga harga sahamnya tidak serta merta bertumbuh mengikuti valuasi wajarnya.

Saham Murah atau ‘Murahan’?

Value investor tentunya mencari saham dengan valuasi rendah yang bisa menjadi indikasi bahwa harga sahamnya lebih tinggi dari harga yang seharusnya. Akan tetapi, pada kenyataannya, terdapat saham undervalue yang harga sahamnya justru stagnan.

PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) misalnya, emiten yang bergerak di bidang perdagangan emas tersebut memiliki valuasi yang sangat murah. Adapun PERnya hanya 3,53 kali sendangkan PBV-nya 0,59 kali.

Namun demikian, harga saham HRTA cenderung tidak berkembang sejak melantai perdana di bursa pada tahun 2017 lalu.

Adapun harga penawaran perdana HRTA yakni Rp300/saham, sementara harga tertingginya hanya menyentuh Rp350/saham pada 29 Juli 2019. Sedangkan Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, harga saham HRTA pada Rabu (12/10) berada di level Rp202/saham.

Contoh lainnya, yakni PT Panca Multiperdana Tbk (PMMP) yang juga punya valuasi murah tetapi harga sahamnya tak berkembang. PER dari PMMP sebesar 4,70 kali sedangkan PBVnya hanya 0,76 kali. (Lihat tabel di bawah ini.)

Kinerja saham emiten yang melantai di bursa sejak tahun 2020 tersebuttetap stagnan berada di bawah rule of thumb PER 10 kali.

Menurut data BEI, harga saham tertinggi PMMP sempat mencapai Rp600/saham pada 3 Agustus 2022 (menceminkan PER 8,20 kali). Sementara harga sahamnya saat ini, per Rabu (12/10), hanya di angka Rp380/saham.

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement