Menilik emiten bank digital lainnya, ARTO mencatatkan rasio PER yang tertinggi, yakni mencapai 916,97 kali. Kendati PBVnya masih berada di bawah BBHI, yakni di level 5,98 kali. (Lihat tabel di bawah ini.)
Sementara, BBYB mencatatkan nilai PBV yang paling rendah, yakni sebesar 4,17 kali. Kendati demikian, bank digital ini justru mencatatkan PER yang negatif, yaitu mencapai minus 11,71.
PER yang negatif mengindikasikan emiten sedang mengalami rugi bersih.
Sebagaimana disebutkan dalam laporan keuangan emiten, BBYB membukukan rugi bersih sebesar Rp601,17 miliar selama 9 bulan 2022.
Selain BBYB, BANK juga mencatatkan PER negatif. Melansir data BEI per Kamis (26/1), PER BANK mencapai minus 99,84 kali seiring rugi bersih emiten yang membengkak 141,11 persen menjadi Rp146,42 miliar hingga 9 bulan 2022.
Adapun, PBV dari emiten bank digital ini mencapai 9,67 kali, yakni yang paling mahal dibanding emiten-emiten bank digital lainnya.
Nama Besar di Balik Bank Digital
Kendati valuasinya cenderung di atas rerata industri, emiten-emiten bank digital memang memiliki nama-nama besar yang memperkuat ekosistemnya.
Sebut saja ARTO yang dikuasai oleh Jerry Ng yang termasuk crazy rich di Tanah Air. Forbes mencatat, bankir kawakan tersebut merupakan orang terkaya ke 35 di Indonesia.
Selain itu, melansir data Forbes per 12 Juli 2022, kekayaan Jerry Ng mencapai USD1,2 miliar atau setara Rp17,92 triliun dengan asumsi kurs Rp14.935/USD.
Di samping itu, ARTO juga turut dimiliki raksasa tekno Indonesia, yakni PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) melalui PT Dompet Karya Anak Bangsa. Melansir data BEI per 30 Desember 2022, PT Dompet Karya Bangsa menggenggam 21,40 persen saham ARTO.
Selanjutnya, BBYB juga dikendalikan oleh startup fintech lending, Akulaku. Pada 19 November 2021, PT Akulaku Silvrr Indonesia resmi mengakuisisi 24,9 persen saham BBYB dan menjadi pengendali saham emiten bank digital ini.
Sementara per 30 Desember 2022, kepemilikan saham Akulaku di BBYB sudah bertambah menjadi 25,66 persen.
Di sisi lain, BBHI juga memiliki nama besar dibaliknya, yakni PT Mega Corpora yang merupakan salah satu anak perusahaan CT Corp milik pengusaha ternama Chairul Tanjung.
Adapun, per 31Desember 2022, PT Mega Corpora memegang 60,88 persen saham bank yang pada awalnya bernama PT Bank Harda Internasional Tbk tersebut.
Selain CT Corp, saham BBHI juga dimiliki perusahaan besar lainnya seperti Bukalapak, Abadi Investment (Traveloka), dan PT Indolife Investama Perkasa (Salim Grup). Adapun menurut data BEI, Bukalapak memegang 11,49 persen saham BBHI.
Sementara, Traveloka memiliki 7 persen saham emiten bank tersebut, sedangkan Indolife Investama Perkasa menggenggam 6 persen saham BBHI.
Selain emiten di atas, BANK juga dikendalikan oleh John Kusuma yang merupakan salah satu petinggi PT Nojorono Tobacco International di Kudus, Jawa Tengah. Perusahaan tersebut merupakan produsen rokok terkenal seperti Class Mild.
John tercatat memiliki saham di Bank Aladin Syariah atau BANK. Ia merupakan pemegang saham pengendali terakhir alias ultimate beneficiary owner (UBO) BANK lantaran mengendalikan PT Aladin Global Ventures.
Adapun BEI mencatat saham yang dimiliki oleh PT Aladin Global Ventures di Bank Aladin sebesar 53,67 persen per 31 Desember 2022.
Di samping itu, emiten pengelola Alfamart PT Sumberia Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) juga telah berinvestasi di Bank Aladin senilai Rp500 miliar sejak 7 Juni 2022.
Terakhir, AGRO dikendalikan oleh salah satu dari big four perbankan Tanah Air, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Tercatat, BBRI mengakuisisi AGRO pada tahun 2011 silam.
Sementara, berdasarkan data BEI per 31 Desember 2022, BBRI mengendalikan 86,85 persen saham AGRO.