Financial Times melaporkan, negara tersebut akan mengucurkan dana sebesar USD1,4 triliun untuk membantu pemerintah daerah mengurangi beban utang, sehingga mereka dapat fokus pada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Rencana stimulus ini menjadi yang terbesar sejak pandemi, dengan tujuan menopang perekonomian menjelang pelantikan Donald Trump sebagai presiden AS.
Trump sebelumnya berjanji akan memberlakukan tarif 60 persen untuk barang impor dari China, yang dapat mengancam sektor manufaktur utama negara tersebut.
“Tarif sebesar 60 persen akan sangat merugikan China yang selama ini mengandalkan sektor manufaktur dan ekspor untuk mengatasi masalah ekonominya,” ujar PVM Oil Associates, dikutip MT Newswires, Sabtu (9/11).
PVM Oil Associates menjelaskan, para ekonom memperkirakan hambatan besar semacam ini dapat mengurangi pertumbuhan PDB China hingga dua poin, dan membutuhkan stimulus besar-besaran hingga ratusan miliar dolar untuk mengimbanginya.