Mengutip World Economic Forum, mekanisme perdagangan karbon dapat mendorong sektor swasta dalam melakukan dekarbonisasi dengan tujuan mengurangi emisi menuju Net Zero 2060.
Net zero emissions atau nol emisi karbon adalah kondisi dimana jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebihi jumlah emisi yang mampu diserap oleh bumi.
Untuk mendukung upaya tersebut, perdagangan karbon merupakan mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi emisi GRK melalui kegiatan jual beli unit karbon perusahaan pada bursa karbon.
Beberapa negara telah menjalankan mekanisme bursa karbon. Sebagai contoh Intercontinental Exchange (ICE) yang merupakan penyelenggara bursa karbon di Amerika Serikat (AS).
Perdagangan karbon juga menunjukan pertumbuhan dalam beberapa tahun terakhir, Coherent Market Insights memprediksi bahwa pasar karbon global akan senilai USD2.407,8 miliar pada 2027.
Di Indonesia, menyambut aturan terbaru OJK, Bursa Efek Indonesia (BEI) akhirnya resmi menjadi penyelenggara bursa karbon.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi meluncurkan Bursa Karbon Indonesia atau Indonesia Carbon Exchange (IDXCarbon) di Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (26/9/2023).
"Dan dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, Bursa Karbon Indonesia atau Indonesia Carbon Exchange (IDXCarbon) saya luncurkan pada hari ini," kata Jokowi dalam sambutannya di Main Hall BEI.
Jokowi pun mengucapkan selamat kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BEI, dan kementerian terkait atas peluncuran Bursa Karbon pertama di Indonesia. Jokowi mengatakan bahwa setelah diluncurkannya IDXCarbon maka dimulai juga perdagangan karbon di Indonesia.
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA). Di antara kekayaan alam Tanah Air adalah bidang kehutanan, pertanian, kelautan dan pertambangan.
Indonesia memiliki hutan terluas ketiga di dunia setelah Brazil dan Kongo dan merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia.
Kemudian, Indonesia juga memiliki potensi besar pada sektor pertambangan seperti batubara, nikel, emas, dan minyak bumi.
Potensi cadangan nikel Indonesia mencapai 23,7 persen cadangan dunia dengan total cadangan lebih dari 9 miliar metrik ton. Indonesia juga merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang merupakan pemasok 10 komoditas perikanan dunia serta segitiga terumbu karang terbesar.
Dalam praktiknya, pengelolaan SDA di Indonesia masih belum berjalan berdasarkan prinsip Lingkungan (Environmental), Sosial (Social) dan Tata Kelola (Governance) (ESG). Padahal, menerapkan prinsip ESG dalam bisnis adalah sebuah hal yang mutlak untuk menjaga keberlanjutan.
Selain itu, sektor-sektor ekstraktif masih menimbulkan emisi yang signifikan. Data Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2020, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menemukan, sektor energi dan penggunaan lahan masih menjadi penyumbang utama emisi GRK. (Lihat grafik di bawah ini.)
Sebagai negara yang masih bergantung pada ekonomi ekstraktif, Indonesia perlu mendorong terwujudnya bisnis yang mematuhi prinsip ESG dan berkontribusi pada pengurangan emisi karbon dari aktivitas produksi.
Bursa karbon dapat menjadi wadah bagi perusahaan untuk membuktikan bahwa mereka peduli dengan prinsip ESG dalam proses bisnis mereka. (ADF)