sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Nasib Emiten Tambang 2025, Emas vs Batu Bara Cuan Mana?

Market news editor Desi Angriani
23/12/2025 17:46 WIB
Emiten tambang menjalani 2025 dengan penuh ujian terutama di subsektor batu bara setelah harga yang bergerak melemah sepanjang tahun.
Nasib Emiten Tambang 2025, Emas vs Batu Bara Cuan Mana? (Foto: dok Freepik)
Nasib Emiten Tambang 2025, Emas vs Batu Bara Cuan Mana? (Foto: dok Freepik)

IDXChannel - Emiten tambang menjalani 2025 dengan penuh ujian terutama di subsektor batu bara setelah harga yang bergerak melemah sepanjang tahun. 

Pelaku usaha harus beradaptasi dengan fase normalisasi harga komoditas sekaligus tekanan transisi energi usai menikmati supercycle pada periode sebelumnya.

Berdasarkan Harga Batu Bara Acuan (HBA), harga turun dari USD124,01 per ton di awal 2025 menjadi USD100,81 per ton pada akhir tahun. Pelemahan serupa terjadi di pasar global, tercermin dari Newcastle Index yang turun 22 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) serta Indonesian Coal Index (ICI)-3 yang terkoreksi 16 persen yoy.

Koreksi harga tersebut langsung tercermin pada kinerja keuangan emiten. Hingga kuartal III-2025, laba bersih sejumlah pemain batu bara tergerus signifikan. PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mencatat penurunan laba 59 persen menjadi Rp1,4 triliun dari Rp3,8 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.

PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) membukukan laba bersih Rp5,03 triliun, anjlok 71,9 persen dibandingkan capaian Rp17,91 triliun. PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) mencatatkan laba USD130,59 juta, menyusut 52,17 persen dari USD273,01 juta. Sementara itu, PT Indika Energy Tbk (INDY) hanya mengantongi laba Rp8 miliar, merosot tajam 98,5 persen dari Rp520 miliar.

Dividen jadi magnet investor

Di tengah ekspansi yang semakin selektif, mayoritas emiten memilih mengembalikan kas kepada pemegang saham dalam bentuk dividen. Di mana dividend yield emiten batu bara papan atas bertahan di level dua digit, menjadikannya primadona bagi investor yang berorientasi pendapatan. 

Batu bara pun bertransformasi dari saham siklikal agresif menjadi income stock, meski bayang-bayang risiko jangka panjang akibat transisi energi tetap membatasi valuasi.

Berdasarkan catatan IDX Channel, Selasa (23/12/2025), PTBA membagikan dividen tahun buku 2024 sebesar Rp3,83 triliun atau Rp332,44 per saham yang dibayarkan pada 11 Juli 2025. Dividend yield PTBA mencapai 11,19 persen dengan dividend payout ratio (DPR) 75 persen dari laba bersih 2024 sebesar Rp5,10 triliun.

ITMG membagikan dividen final Rp2.245 per saham untuk tahun buku 2024, ditambah dividen interim Rp1.228 per saham pada September 2024. Total dividen tunai yang diterima investor mencapai Rp3.473 per saham. Pada 2025, ITMG kembali menyalurkan dividen interim sekitar USD50 juta atau setara Rp738 per saham yang cair pada akhir November.

Sementara itu, ADRO membagikan total dividen Rp273,53 per saham, terdiri dari dividen interim Rp106,84 per saham dibayarkan 15 Januari 2025 dan dividen final Rp166,69 per saham dibayarkan 26 Juni 2025, dengan nilai dividen final mencapai Rp4,88 triliun.

Adapun INDY menyiapkan dividen tahun buku 2024 sebesar USD5 juta atau sekitar Rp80 miliar yang telah dibayarkan pada awal Juni 2025.

Di sisi lain, isu lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) masih menjadi faktor penekan bagi sektor batu bara. Sejumlah pemain mulai mengalihkan sebagian investasi ke energi terbarukan, infrastruktur hijau, hingga bisnis non-batu bara.

ADRO dan INDY tercatat sebagai dua emiten paling progresif dalam diversifikasi, meski kontribusi pendapatan non-batu bara masih terbatas sepanjang 2025. ADRO memperluas portofolio melalui pengembangan batu bara metalurgi lewat anak usaha PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR), serta mempercepat proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan wind farm di Kalimantan.

Sementara itu, INDY mengalokasikan sebagian besar belanja modal 2025 untuk pertambangan emas, proyek energi hijau, serta menjajaki peluang di ekosistem kendaraan listrik (EV).

ANTM-HRTA, emiten emas yang bersinar

Berbanding terbalik dengan batu bara, subsektor emas justru menikmati tahun yang gemilang. Harga emas dunia mencetak rekor baru sepanjang 2025, didorong ekspektasi pelonggaran moneter global, meningkatnya tensi geopolitik, serta pembelian agresif oleh bank sentral.

Per 22 Desember 2025, harga emas dunia menembus USD4.400 per troy ounce, naik 3,97 persen secara bulanan (month-to-date/MTD). Di pasar domestik, harga emas mencapai Rp2.561.000 per gram, melonjak Rp59 ribu per gram pada 23 Desember 2025.

Lonjakan harga tersebut menjadi katalis utama kinerja emiten emas. Hingga kuartal III-2025, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam mencatatkan laba bersih Rp6,61 triliun, melesat 197 persen. Dengan model bisnis terintegrasi dari hulu hingga hilir, Antam menikmati kenaikan harga jual emas serta penjualan ritel yang solid.

Sementara itu, PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) menunjukkan perbaikan fundamental meski masih mencatatkan rugi bersih. Kerugian MDKA menyusut 48,14 persen menjadi USD34,75 juta dari USD67,02 juta, meskipun pendapatan turun 22,82 persen menjadi USD1,29 miliar hingga kuartal III-2025.

Laba bersih PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) juga melonjak signifikan hingga 142 persen menjadi USD37,91 juta seiring dengan naiknya pendapatan sebesar 69 persen menjadi sekitar USD183,57 juta.

Di sisi hilir, PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) berhasil memanfaatkan lonjakan permintaan perhiasan dan emas batangan domestik. Strategi hilirisasi serta jaringan distribusi yang luas mendorong laba HRTA melonjak 90,7 persen menjadi Rp575,76 miliar, ditopang kenaikan pendapatan 89,6 persen menjadi Rp25,19 triliun.

Dari pergerakan saham, mayoritas emiten batu bara juga mencatatkan penurunan harga. Secara year to date (ytd), PTBA turun 17,09 persen ke harga Rp2.280, ADRO anjlok 21,60 persen ke harga Rp1.905, ITMG koreksi 18,07 persen ke harga Rp21.875, sedangkan INDY mampu melonjak 55,85 persen ke Rp2.330.

Emiten emas seperti ANTM melambung 109,18 persen ke harga Rp3.190, MDKA menguat 38,08 persen ke harga Rp2.230, BRMS melesat 233 persen ke harga Rp1.155 dan HRTA terbang 443,79 persen ke Rp1.925.

Berdasarkan kinerja dua sektor tambang tersebut, batu bara menawarkan arus kas kuat dan dividend yield tinggi, namun dibayangi risiko struktural jangka panjang. Sebaliknya, emas tampil sebagai aset defensif dengan potensi pertumbuhan, meski menghadirkan tantangan operasional dan kebutuhan belanja modal yang besar.

(DESI ANGRIANI)

Halaman : 1 2 3 4 5
Advertisement
Advertisement