Di Inggris, misalnya, tingkat inflasi melonjak hingga mencapai 10 persen, dan diperkirakan masih akan melambung sampai ke level 13 persen pada musim gugur didorong oleh kenaikan harga energi global. Tak hanya energi, perekonomian Inggris juga tertekan dari gangguan rantai pasokan pangan, kekurangan pekerja serta kekeringan yang juga melanda seluruh Eropa.
“Dalam waktu dekat kami memperkirakan resesi di Eropa pada musim dingin 2022-2023 sebagai akibat dari kekurangan energi dan inflasi yang terus meningkat. Untuk musim dingin 2023-2024 juga semakin menantang, sehingga kami perkirakan inflasi tinggi dan pertumbuhan (ekonomi) melamban akan terus terjadi setidaknya sampai 2024," tulis Economist Intelligence Unit (EIU) dalam analisanya, yang dikutip oleh The Guardian, Jumat (2/09/22).
Sedangkan di Jerman, krisis energi yang terjadi berbulan–bulan ditambah dengan adanya gangguan dalam perdagangan global membuat pertumbuhan ekonomi melambat, bahkan benar-benar terhenti pada triwulan II-2022.
“Ini akan membutuhkan keajaiban, agar ekonoomi Jerman tidak jatuh ke dalam resesi pada paruh kedua tahun ini," ujar salah satu pejabat dari Bank Belanda ING, Carsten Brzeski.
Menurut Brzeski, seluruh model bisnis perekonomian Jerman kini juga tengah berbenah dan 'direnovasi ulang', sehingga makin membebani kondisi perekonomian secara keseluruhan.