IDXChannel – Lonjakan harga emas dunia mendorong reli saham-saham tambang emas di dalam negeri.
Di tengah tren ini, perhatian investor kini tertuju pada peluang emiten lokal menyusul jejak BRMS yang baru saja masuk ke dalam indeks ETF global VanEck Gold Miners (GDX).
Pengamat pasar modal Michael Yeoh melihat ada kans emiten Indonesia masuk ke indeks global tambang emas.
“Ada kandidat Indonesia yang mungkin menyusul—tapi lebih realistisnya lewat indeks GDXJ dulu, baru ke GDX jika skala dan likuiditasnya naik,” ujar Michael, Kamis (2/10/2025).
Ia menjelaskan bahwa perubahan indeks acuan GDX sejak September 2025 membuat seleksi semakin ketat.
“Alasannya: sejak September 2025 GDX beralih indeks ke MarketVector Global Gold Miners (MVGDXTR), yang mensyaratkan ≥50 persen pendapatan dari emas,” imbuhnya.
Michael mencontohkan, “Jika kita melihat salah satu emiten emas di IHSG seperti MDKA yang revenue emas di bawah 50 persen, maka kandidat untuk masuk amat kecil.”
Meski demikian, ia menilai ada beberapa nama yang lebih berpotensi. “Lebih mungkin secara fundamental melalui ARCI dan PSAB. Kemudian syarat yang seharunya dari indeks, yaitu dari sisi market cap dan likuiditas yang perlu dipenuhi,” kata Michael.
Hanya saja, ia memberi catatan penting. “Sayangnya, data mengenai hal itu masih sulit ditemukan; tidak seperti MSCI dan FTSE yang sudah akrab di mata investor,” tuturnya.
Pandangan lain datang dari Indo Premier Sekuritas pada Rabu (1/10/2025), yang menilai PT Merdeka Gold Resources Tbk (EMAS) dan ARCI berpeluang masuk ke dalam indeks ETF emas global GDXJ.
Indo Premier menjelaskan, “Harga emas naik 43 persen tahun ini dan dua ETF global (GDX & GDXJ) naik lebih dari 115 persen. Jika ARCI & EMAS masuk indeks ini, dana pasif global otomatis masuk.”
Mereka menekankan bahwa seleksi GDXJ tidaklah mudah. “Syarat masuk GDXJ sangat ketat, yakni ≥50% pendapatan dari emas/perak, rata-rata ADTV (ata-rata volume perdagangan harian) harian ≥USD1 juta selama 3 kuartal, volume bulanan ≥250 ribu saham, dan kapitalisasi pasar ≥USD400 juta,” tulis Indo Premier.
Sebagai pembanding, analis mengingatkan pada pengalaman dua emiten lain. “Bukti nyata BRMS melonjak +16 persen setelah masuk indeks GDX; AMMN kebanjiran inflow setelah rebalance indeks. Ini bukan kebetulan—it's structural demand,” kata Indo Premier.
Mereka menilai EMAS dan ARCI sudah berada di jalur yang tepat. “EMAS & ARCI nyaris lolos semua syarat. Average daily trading volume (ADTV) mendekati USD1 juta & kapitalisasi USD400 juta; review Maret 2026 bisa jadi katalis besar,” ujar Indo Premier.
EMAS, usai listing pada 23 September 2025, juga semakin mendekati ambang batas. “EMAS pasca-IPO juga sudah hampir capai benchmark, berpotensi masuk pada Agustus 2026,” demikian mengutip Indo Premier.
Sebagai gambaran, GDX merupakan VanEck Gold Miners ETF yang berinvestasi pada saham-saham tambang emas besar dunia. Reksa dana ini sejak lama mereplikasi NYSE Arca Gold Miners Index (GDMNTR), sebelum akhirnya beralih ke MarketVector Global Gold Miners Index (MVGDXTR) mulai September 2025.
Sementara itu, GDXJ atau VanEck Junior Gold Miners ETF fokus pada perusahaan tambang emas skala menengah dan kecil, yang cenderung lebih volatil namun berpotensi memberikan pertumbuhan lebih tinggi.
Indeks MVGDXTR sendiri menjadi acuan utama bagi GDX, dengan perhitungan total return termasuk dividen, sehingga mencerminkan secara lebih utuh kinerja perusahaan tambang emas global.
Baru-baru ini, BRMS resmi masuk dalam daftar konstituen GDX, sebuah tonggak penting yang meningkatkan eksposur BRMS di mata investor global.
Menurut Sucor Sekuritas, dalam riset pada 15 September 2025, masuknya BRMS ke GDX menjadi titik balik signifikan bagi likuiditas, visibilitas, dan akses perseroan ke investor asing. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.