Tak hanya itu, dalam rumor lain yang beredar di kalangan pelaku pasar modal, dikabarkan bahwa pihak VCL meminta harga 1,5 x nilai buku, atau setara dengan Rp5.800 per saham.
Terkait deadlocknya negosiasi tersebut, Fahmy menilai bahwa tidak fair jika pihak Vale Indonesia menawarkan sesuai harga pasar kepada pemerintah. Pasalnya, proses divestasi ini seharusnya bisa menempatkan pemerintah, melalui MIND ID, sebagai partner strategis.
"Saya kira Indonesia memiliki bargaining power yang cukup kuat, karena izin Vale berakhir 2025. Jadi kalau tidak mau harga sekian, ya (izinnya) nggak diperpanjang. Mereka pasti akan menyetujui. Meski sampai sekarang memang belum diputuskan," ungkap Fahmy.
nantinya, ketika proses divestasi benar-benar telah rampung, pihak Vale Indonesia diharapkan bisa berkontribusi lebih besar pada negara melalui setoran dividen. Selain itu, pemerintah jadi dapat turut andil dalam pengambilan keputusan di internal manajemen perusahaan.
Dengan begitu, meski porsi kepemilikan pemerintah masih di bawah 51 persen, namun sudah cukup menguntungkan bagi Indonesia.