IDXChannel - Politik dan pasar sama-sama saling mempengaruhi dalam kondisi tertentu, seperti saat pemilu. Amerika Serikat (AS) baru saja menggelar midterm elections atau pemilu paruh waktu pada 8 November lalu.
Pemilu di AS digelar seiring Olimpiade. Pemilu presiden terjadi setiap empat tahun sesuai dengan Olimpiade musim panas, misalnya tahun 2004, 2008, 2012, 2016, 2020, dan seterusnya.
Sementara itu, pemilu paruh waktu berlangsung setiap empat tahun sekali sesuai dengan jadwal Olimpiade Musim Dingin seperti tahun 2006, 2010, 2014, 2018, hingga tahun ini.
Oleh karena itu, istilah midterms adalah nama yang tepat karena berlangsung di tengah masa jabatan presiden. Pemilu ini sering dianggap oleh para pakar sebagai bentuk referendum terhadap presiden yang sedang menjabat.
Memang, midterm elections tahun ini akan menjadi kesempatan pertama pemilih untuk memberikan penilaian tentang bagaimana kepemimpinan Joe Biden sebagai presiden AS.
Konstitusi menetapkan setiap anggota House of Representatives atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS dan sekitar sepertiga dari Senat mencalonkan diri dalam pemilu paruh waktu ini.
Midterm elections biasanya menarik suara lebih sedikit dibanding pemilu menuju Gedung Putih.
Tahun ini, midterm elections memperebutkan 435 kursi di DPR, 35 kursi di Senat. Ini terdiri dari 34 kursi ditambah pemilihan khusus untuk mengisi sisa empat tahun masa jabatan senator James Inhofe dari Oklahoma yang pensiun. Pemilu ini juga memilih 36 gubernur negara bagian dan 3 gubernur wilayah AS.
Pemilu Sela dan Pasar Saham AS
Mengutip Reuters, investor mengalihkan fokus mereka ke pemilihan paruh waktu pada Selasa (8/11), yang akan menentukan kendali Kongres AS dalam empat tahun ke depan.
Jika Partai Republik yang selama ini telah memimpin dalam jajak pendapat memenangkan kendali baik di DPR, Senat, atau keduanya, kondisi ini akan menghasilkan pemerintahan yang terpecah dengan kepresidenan di bawah Joe Biden yang berasal dari Demokrat.
Sejumlah implikasi pasar juga telah dibuat oleh beberapa pengamat setelah pemungutan suara hari Selasa lalu.
Biasanya Wall Street lebih menyukai pemerintahan yang tidak didominasi oleh satu partai saja. Menurut Reuters, dengan posisi Demokrat saat ini di Gedung Putih, kinerja pasar akan impresif ketika Partai Republik memegang mayoritas kursi di salah satu lembaga DPR, Senat atau keduanya.
Menurut George Smith, seorang ahli strategi portofolio LPL Financial, selama Partai Republik mengambil alih DPR atau Senat, kondisi pasar akan terkendali.
"Kami percaya itu akan menjadi hasil yang ramah pasar tidak peduli apa yang terjadi di Senat. Pasar tidak bereaksi dengan baik terhadap ketidakpastian dan kemacetan politik,” kata Smith mengutip USA Today, Kamis (10/11).
Menurut Smith, secara historis, penguasaan DPR dan Senat oleh Partai Republik di bawah kepemimpinan presiden dari Demokrat berkontribusi pada lingkungan pasar saham yang kuat.
Dengan indeks Standard & Poor's (S&P) 500 yang memberi imbal hasil rata-rata 16,3%, setiap tahun antara 1950 dan 2021.
Sementara mengutip Reuters, rata-rata tingkat pengembalian (return) tahunan S&P 500 adalah 14% pada komposisi kongres yang terpecah. Pola ini berdasarkan data sejak 1932 yang dianalisis oleh RBC Capital Markets.
Data ini diklaim dibandingkan dengan Demokrat ketika mengendalikan kepresidenan dan Kongres yang hanya mencapai 10%. Sementara saham S&P 500 telah anjlok 19,33% sepanjang tahun ini, mengutip data Wall Street Journal (WSJ).
Ahli strategi Deutsche Bank juga dengan cepat mengutip rekam jejak pasar saham pasca pemilu sela. Indeks S&P 500 telah membukukan kenaikan di setiap periode 12 bulan setelah midterm elections selama 19 kali berturut-turut sejak Perang Dunia II.
Sedangkan menurut Oxford Economics, selama 18 siklus politik terakhir, indeks S&P 500 telah meningkat rata-rata lebih dari 15% pada tahun setelah pemilu paruh waktu.
Adapun sektor kesehatan, energi, dan pertahanan adalah beberapa di antara area pasar saham yang dapat mengalami volatilitas paling tinggi setelah pemilu.
Kemenangan Partai Republik dapat mengurangi kekhawatiran atas inisiatif Demokrat untuk mendorong kebijakan yang lebih ketat tentang harga obat resep. Mengingat hal ini berpotensi mendukung kinerja saham farmasi dan bioteknologi.
Kemenangan Republik di pemilu midterm juga dapat meningkatkan ekspektasi untuk pengeluaran sektor pertahanan yang lebih tinggi dan undang-undang yang lebih menguntungkan untuk saham-saham industri bahan bakar fosil.
Sementara, kemenangan Demokrat mempengaruhi saham perusahaan energi bersih dan ganja. Mengingat ekspektasi pasar menduga partai tersebut kemungkinan besar akan mendukung undang-undang yang lebih ramah bagi industri tersebut.
Ahli strategi di Morgan Stanley, juga menulis analisisnya pada hari Senin (7/11). Kemenangan Demokrat dapat berdampak pada imbal hasil Treasury yang lebih tinggi dan memperkuat dolar.
Hal ini mencerminkan pandangan bahwa pengeluaran fiskal yang berpotensi lebih tinggi dapat memperburuk inflasi dan memaksa Th Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga lebih tinggi dari yang diharapkan. (ADF)