Hal ini menimbulkan kekhawatiran atas ekspektasi persediaan yang ketat dari Asia, terlebih isu tensi geopolitik antara Rusia dan Ukraina menimbulkan kekhawatiran bahwa Eropa akan mengalihkan pemakaian sumber gas alam ke energi fosil tersebut.
Rusia sebagai pemasok 35% persediaan gas Eropa ditakutkan membatasi produksinya menyusul ketegangan politik yang sempat memanas dalam beberapa hari terakhir.
Ketika harga gas naik, maka perusahaan di Eropa kemungkinan akan cenderung beralih ke batu bara, di tengah upaya mereka menggencarkan pemakaian energi baru terbarukan (EBT).
Baru-baru ini, Uni Eropa berencana akan memberi label gas dan nuklir sebagai energi hijau yang berkelanjutan. Namun, aksi ini mendapat pertentangan dari sejumlah negara seperti Austria, Denmark, Swedia dan Belanda, sebagaimana diwartakan Reuters, Kamis (3/2/2022).
Keempat negara ini mendesak Uni Eropa tidak melanjutkan rencana itu. Investasi gas dinilai tidak layak mendapat label energi hijau kecuali mengeluarkan kurang dari 100 gram karbon dioksida per kWh.