IDXChannel – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan perubahan serta pergeseran besar-besaran terhadap penanganan BUMN saat ini termasuk di sektor pangan.
Perubahan ini diharapkan mampu membawa kinerja perusahaan plat merah lebih baik dan siap bersaing dengan perusahaan asing.
Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), Eko Taufik Wibowo mengatakan, penguatan ketahanan pangan dalam negeri harus terus dilakukan dengan mengintegrasikan antar BUMN pangan. Tujuan klasterisasi, tambahnya, agar mata rantai pasokan bisa lebih tertata dari hulu hingga hilir.
“Jadi masing-masing BUMN yang kekuatannya ada di sektor produksi, processing, retail, di sales bisa tertata dengan baik arahnya sama untuk ketahanan pangan ada ujungnya,” kata Eko di Acara IDX Channel Economic Forum di Jakarta, pada Rabu (29/1/2020).
Kemandirian pangan di Indonesia sejatinya belum memuaskan menjadi alasan BUMN membentuk kluster tersebut. Meski Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, kebutuhan pangan tanah air nyatanya masih bergantung dari impor.
“Isu pangan menjadi isu yang tidak ada habisnya. Berkaitan dengan isu pertanian, peternakan, dan termasuk turunannya itu masih belum tertata dengan baik,” ucap Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Eko Taufik Wibowo.
Menurut Eko, belum terbentuknya regulasi menjadi masalah di sektor pangan saat ini. Terlebih sektor pangan merupakan salah satu isu yang menyebabkan terjadinya inflasi.
“Regulator dalam hal ini Kementerian terkait, sulit menyimpulkan regulasi apa yang pas dengan pangan di masyarakat. Isu pangan sendiri menjadi pemicu terjadinya inflasi yang sangat sensitif, juga bagian dari persentasi PDB yang cukup besar, serta bagian dari pemenuhan isu global terhadap kecukupan pangan dan gizi masyarakat,” ujarnya.
“Nah di negara kita semua isu itu masuk semua. Contohnya saja setiap mau lebaran isu kenaikan harga, seperti sayur, cabai, beras dan lain sebagainya tiba-tiba harganya mahal dan tidak sesuai,” lanjutnya.
Dijelaskan Eko, tidak ada kepastian ketersediaan serta kestabilan harga membuat peran BUMN begitu penting. Dengan melihat menurunnya performa BUMN pangan ini yang kemudian menginisiasi terbentuknya kluster-kluster demi ekosistem industri yang sehat.
Disebutkan Eko, terdapat sembilan BUMN pangan yakni PT RNI, Berdikari, Garam, Perinus, Perindo, BGR, PPI, SGS dan Pertani. “Jadi supaya ada peningkatan value (nilai, red), kualitas, sehingga tuntutan kebutuhan pangan di Indonesia khususnya bahan baku pangan seperti daging, telur, makanan yang lebih tuntutan masyarakat sekarang, itu bisa tercukupi kepastian pasokannya dan ketersediaannya dan pada akhirnya dari sisi harga yang bisa terjangkau bagi masyarakat," tuturnya.
“Ketidakpastian itu yang membuat peran BUMN semakin dibutuhkan. Padahal BUMN pangan sudah ada sejak kita merdeka. Bahkan menjadi prioritas utama. Namun dalam perjalanannya perkembangan industri, ekonomi, politik, sosial, dan lainnya membuat perannya berkurang. Atas dasar itulah dimulai pembentukan kluster-kluster,” tandas Eko. (*)