IDXChannel - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) ditutup melemah pada akhir perdagangan Kamis (23/10/2025). Rupiah turun 44 poin atau sekitar 0,27 persen ke level Rp16.629 per USD.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, mengatakan salah satu sentimen pelemahan rupiah karena sentimen eksternal di mana AS menyatakan siap mengambil tindakan lebih lanjut dan mendesak Moskow segera menyetujui gencatan senjata dengan Ukraina.
Selain itu, sebuah laporan Reuters menyatakan bahwa pemerintahan Trump sedang mempertimbangkan untuk membatasi berbagai ekspor berbasis perangkat lunak ke China sebagai balasan atas pembatasan ekspor tanah jarang terbaru yang diberlakukan Beijing.
Adapun Inggris menjatuhkan sanksi kepada Rosneft dan Lukoil minggu lalu.
"Secara terpisah, negara-negara Uni Eropa juga menyetujui paket sanksi ke-19 terhadap Moskow, termasuk larangan impor gas alam cair Rusia dan pencantuman puluhan kapal tanker lainnya dalam armada bayangan-nya," tulis Ibrahim dalam risetnya.
Kemudian, penutupan pemerintah AS memasuki hari ke-22 pada hari Rabu, menandai hari terpanjang kedua dalam sejarah, dengan negosiasi antara Gedung Putih dan Kongres masih menemui jalan buntu.
Presiden Trump menegaskan kembali bahwa Partai Republik tidak akan diperas, karena diskusi mengenai kesepakatan pendanaan masih mandek.
Sementara itu pasar saat ini memperkirakan penurunan suku bunga 25 basis point oleh The Fed sebagai sesuatu yang hampir pasti pada pertemuan kebijakan moneternya pada 29-30 Oktober, meskipun data inflasi masih dapat memengaruhi ekspektasi terhadap arah kebijakan The Fed ke depannya.
Data ekonomi AS minggu ini cukup ringan, dengan fokus pada Indeks Harga Konsumen (IHK) dan pembacaan awal Indeks Manajer Pembelian (PMI) Global S&P untuk Oktober yang akan dirilis pada Jumat.
Dari sentimen domestik, pasar merespons negatif terhadap pernyataan Bank Indonesia yang menyebut aliran modal asing yang terus keluar dari Indonesia membuat pihaknya terus mengandalkan cadangan devisa (cadev).
Sebab, tekanan terhadap aliran modal asing itu turut mengganggu stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Dimulai sejak September 2025 hingga 20 Oktober 2025, investasi portofolio tercatat net outflows sebesar USD5,26 miliar yang mengharuskan Bank Indonesia untuk melakukan intervensi dalam rangka stabilisasi nilai tukar Rupiah.
Kondisi tekanan aliran modal asing itulah yang pada akhirnya membuat cadangan devisa Indonesia terus mengalami penurunan saat ini. Sebagaimana diketahui, posisi cadev Indonesia sempat ke level USD157 miliar pada Maret 2025, namun turun ke level USD149 miliar per September 2025.
Hal ini terjadi karena outlflow yang terlalu besar akibat adanya pembayaran untuk dividen, repatriasi, dan juga untuk pinjaman, sehingga BI harus menggunakan dana cadangan devisa untuk melakukan intervensi dipasar baik pasar DNDF maupun pasar NDF tujuannya untuk menstabilkan mata uang rupiah.
Berdasarkan analisis tersebut, Ibrahim memprediksi mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya, berpotensi ditutup melemah dalam rentang Rp16.620 - Rp16.680 per USD.
(NIA DEVIYANA)