Hal ini menyebabkan penyerapan anggaran baru mulai menggeliat di kuartal III/2025, padahal untuk mendorong pertumbuhan, stimulus fiskal seharusnya dilakukan secara merata sepanjang tahun. Belum lagi, kebijakan automatic adjustment alias blokir anggaran yang kerap diterapkan ketika penerimaan negara tidak sesuai target.
Ketika penerimaan tertekan, belanja K/L bisa terkena refocusing atau pemangkasan secara mendadak. Dalam situasi seperti ini, belanja yang semula dirancang sebagai pendorong pertumbuhan bisa kehilangan efektivitasnya karena proyek-proyek penting terpaksa ditunda atau bahkan dibatalkan.
Berdasarkan analisis tersebut, Ibrahim memprediksi bahwa mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya dan berpotensi ditutup menguat dalam rentang Rp16.240-Rp16.300 per dolar AS.
(Febrina Ratna Iskana)