IDXChannel – Kekayaan Chairul Tanjung (CT) belakangan ikut merosot seiring dengan anjloknya saham emiten bank digital miliknya, PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI).
Melansir data Forbes, kekayaan Chairul Tanjung sempat menyentuh USD8,5 miliar atau Rp127,50 triliun (dengan asumsi kurs Rp15.000/USD) pada 28 April 2022 lalu seiring harga saham BBHI yang melonjak di kala itu.
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, pada periode tersebut, harga saham BBHI melambung ke level Rp6.500/saham.
Selain saham BBHI yang memang terkerek, kapitalisasi pasar atau market cap dari emiten bank digital ini tergolong jumbo, yakni mencapai Rp141,25 triliun per 28 April 2022.
Sebagai perbandingan, market cap dari bank digital yang baru diluncurkan pada pertengahan Mei 2022 tersebut lebih unggul dibanding bank milik Chairul Tanjung lainnya, yakni PT Bank Mega Tbk (MEGA) yang telah berdiri sejak 1969 lalu.
Tercatat, per 28 April 2022, market cap dari MEGA hanya sebesar Rp72,79 triliun.
Sayangnya, euforia saham BBHI merosot seiring meredupnya saham bank digital tersebut. Melansir data BEI pada Kamis (9/2), harga saham BBHI sudah menyentuh Rp1.705/saham.
Artinya, market cap dari BBHI juga ikut terjun bebas menjadi Rp37,05 triliun pada 9 Februari 2023, dari Rp141,25 triliun pada 28 April 2022.
Sejurus dengan menguapnya market cap BBHI, kekayaan Bos CT Corp tersebut ikut turun tajam hingga 37,65 persen atau setara dengan Rp48 triliun.
Melansir data Forbes per Kamis (9/2), kekayaan Chairul Tanjung anjlok menjadi USD5,3 miliar atau Rp79,50 triliun seiring terjunnya saham BBHI. (Lihat grafik di bawah ini.)
Kendati sahamnya terus anjlok hingga 69,14 persen dalam setahun belakangan, BBHI masih mencatatkan valuasi yang mahal.
Adapun, per Kamis (9/2), nilai price earnings ratio (PER) dari BBHI mencapai 132,94 kali. Dengan rasio PER tersebut, valuasi BBHI jauh lebih mahal dibandingkan rerata PER industri yang sebesar 12 kali.
Sementara dengan menggunakan metode asset-based (berbasis aset) yang populer untuk sektor perbankan, metrik rasio price to book value (PBV), valuasi BBHI juga masih kemahalan.
PBV adalah rasio yang membandingkan harga saham dengan nilai buku ekuitas. Semakin rendah rasio PBV, suatu saham bisa disebut semakin murah.
Saat ini, rasio PBV BBHI sebesar 5,87 kali. Secara sederhana, itu berarti harga saham BBHI diperdagangkan 5,87 kali di atas nilai buku per sahamnya.
Secara rule of thumb, rasio PBV dikatakan mahal apabila di atas 1 kali dan murah apabila di bawah 1 kali. Demikian pula, saham dengan PBV di atas rerata industri bisa disebut overvalued.
Nah, PBV rerata industri sendiri berada di angka 2,09 kali. Apabila menggunakan PBV rata-rata industri tersebut, harga wajar saham BBHI berada di kisaran Rp607/saham.
Tetap Setia Pegang Saham ‘Boncos’
Seiring dengan penurunan saham BBHI, Chairul Tanjung juga mengalami tekanan karena menggenggam saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA).
Tercatat, bos CT Corp tersebut membeli saham maskapai penerbangan tersebut melalui PT Trans Airways pada tahun 2012 lalu, sebelum initial public offering (IPO), yakni sebesar Rp620/saham.
Di tahun yang sama, Chairul Tanjung menyuntikkan dana sebesar USD250 juta atau setara dengan Rp2 trilliun dengan asumsi kurs Rp8.000/USD pada tahun 2012.
Di samping itu, pada 2021 lalu, pendiri CT Corp tersebut turut menambah kepemilikan sahamnya di emiten penerbangan ini senilai Rp317,23 miliar.
Dengan demikian, bos CT Corp ini telah menggelontorkan dana pribadinya hingga Rp2,32 triliun untuk menguasai GIAA.
Sayangnya, bukannya cuan, saham GIAA justru malah semakin merosot. Melansir data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis (9/2), harga saham GIAA sudah ambruk menyentuh Rp99/saham.
Artinya, Chairul Tanjung kembali boncos akibat ambruknya saham GIAA hingga 84,03 persen dibanding harga saham yang ia beli pada tahun 2012 lalu.
Gurita Bisnis Chairul Tanjung
Selain menguasai sejumlah saham, Chairul Tanjung dikenal sebagai pengusaha yang memiliki gurita bisnis di berbagai bidang.
Adapun, ia dikenal sebagai sebagai pemegang saham utama perusahaan media CT Corp yang menaungi beberapa media di Indonesia baik saluran televisi maupun media-media online ternama.
Beberapa media yang berada di bawah naungan CT Corp antara lain TransTv, Trans7, Transvision, detikcom, CNN Indonesia, Haibunda, CNBC Indonesia, Beautynesia, dan lain sebagainya.
Chairul Tanjung juga memiliki sejumlah bisnis properti, di antaranya adalah Mega Indah propertindo, Para Bali Propertindo, Batam Indah Investindo, hingga Para Bandung Propertindo.
Dengan bisnis properti miliknya ini, Chairul Tanjung pun mampu mengelola Trans Studio yang merupakan pusat bermain untuk keluarga.
Selain itu, Chairul Tanjung juga diketahui memiliki bisnis properti residensial yakni TransPark.
Chairul Tanjung juga memiliki berbagai lini bisnis di bidang keuangan. Selain mengendalikan BBHI dan MEGA, konglomerat ini juga menjadi pemilik Bank Mega Syariah melalui kepemilikan saham PT Mega Corpora sebesar 99,99%.
Bos CT Corp ini juga menjalankan bisnis asuransi melalui PT Asuransi Jiwa Mega Life yang berdiri pada 2003 silam. Perusahaan ini merupakan perusahaan asuransi hasil joint venture dengan Sinar Mas Group.
Terakhir, Chairul Tanjung juga memiliki bisnis di bidang retail, yakni PT Trans Retail Indonesia atau Transmart. Sayangnya, bisnis retail tersebut telah menutup beberapa gerainya sejak tahun lalu.
Setidaknya, terdapat 12 gerai Transmart yang telah tutup permanen pada 2022. Adapun, total gerai Transmart yang tutup sejak 2021 hingga awal 2023 telah mencapai 39 gerai.
Periset: Melati Kristina
(ADF)